Jakarta -
Salah satu hal yang paling menarik dari mengobrol dengan Cok Wah, atau Tjokorda Ngurah Suyadnya dari Keluarga Puri Ubud adalah penuh dengan tawa dan petuah. Tidak terbayang sama sekali obrolan lebih dari satu jam itu berlangsung begitu kasual. Namanya juga keluarga raja, tentu saja citra yang diperkirakan terjadi adalah serius.
Soal bercandanya Cok Wah dalam memberikan jawaban sudah terdengar sejak menit pertama. Tentang bagaimana dia bercerita dirinya tak mau dikenal sebagai politikus melainkan gelandangan. Atau saat dia ditegur oleh turis karena merokok di Puri Langon, yang dibalas dengan jawaban santai bahwa ini adalah tempat tinggalnya.
"Jangankan orang, anjing saja bebas masuk," celoteh Cok Wah menanggapi pertanyaan seberapa terbuka Puri Langon bagi semua kalangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tjokorda Ngurah Suyadnya dari The Royal Family Ubud. Foto: Rachman_punyaFOTO |
Bicara soal petuah, tidak kalah menarik lewat filosofi huruf 'M'. Bertempat di Puri Langon, Ubud, Bali, Cok Wah menjelaskan filosofi yang terdengar sedikit konyol, tapi ternyata cukup masuk di akal. Apakah itu?
"Sebenarnya ada satu kesamaan antara kita, dengan Kerajaan Inggris, atau kerajaan di Belanda, Thailand dan sebagainya. Mungkin saya Keluarga Puri, tapi sadar nggak kalau kita semua punya kesamaan. Siapapun orangnya, kastanya, profesinya, kita sama-sama punya garis tangan berbentuk huruf 'M'," jadilah detikHOT dan seluruh kru melihat telapak tangan masing-masing dan menemukan apa yang diungkap oleh Cok Wah.
"Apa artinya? Artinya mati. Nggak mungkin ada yang nggak M, garis-garisnya boleh beda tapi dasarnya M. Coba cek keluarga kerajaan di tempat lain, kalau bukan M, kembali lagi ke sini," sambungnya.
Tjokorda Ngurah Suyadnya dari The Royal Family Ubud. Foto: Rachman_punyaFOTO |
Selanjutnya tentang filosofi garis tangan
Lebih lanjut, terdengar komikal juga cocoklogi, tapi sebetulnya serius, Cok Wah menjabarkan berbagai makna dari huruf M dalam kehidupan sehari-hari.
"Kalau lapar, ya makan, kalau nasib kita bagus jadi miliuner, kalau nasib kita jelek, miskin. Hobi saya pribadi, mancing. Di Bali itu ada kegiatan yang juga sudah semacam jadi tradisi, meceki (bermain kartu). Kemarin pandemi, ada M juga, melarat. Kita di Keluarga Puri, salah satu nilai yang paling penting, menyama braya. Semua M."
Masih dari anggota tubuh tangan, Cok Wah mendapatkan filosofi lain yang dibagikannya kepada detikHOT. Ada nilai lain yang didapatkannya, dari perbedaan ukuran lima jari tangan manusia.
Kediaman Tjokorda Ngurah Suyadnya dari The Royal Family Ubud. Foto: Rachman_punyaFOTO |
"Jari tangan ukurannya beda-beda, kenapa Tuhan menciptakan seperti itu? Coba kita berpikir dengan kondisi di zaman sekarang. Contohnya, lima jari ini sama dengan lima agama, misalnya ibu jari agama Islam, apakah agama Islam tidak penting? Bagaimana kita beraktivitas tanpa ibu jari? Makan aja nggak nyaman. Terus, apakah agama Hindu yang kecil ini jadi tidak penting? Coba tangan kita tanpa kelingking, bagaimana jadinya? Artinya apa? Tuhan menciptakan kita semua sama, hanya bentuk dan jalannya saja yang berbeda-beda."
"arena belum pernah sampai saat ini, saya mendengar orang Hindu ketika dia sembahyang, dia mendoakan 'De Batara Sang Hyang Widhi, semoga kami (Hindu) selamat dan agama lain mati. Begitu juga sebaliknya, Umat Muslim juga tidak pernah mendoakan teman-temannya mati. Ketika Umat Hindu punya hajatan, upacara, seharusnya turut mengundang umat dari agama lain, supaya nggak ada praduga negatif.
Setelah ini, Cok Wah akan berbicara mengenai masa muda yang menurutnya, cukup nakal. Menikmati pemandangan pantai di Kuta, hingga merantau ke Australia menempuh pendidikan universitas. Selengkapnya hanya di detikHOT.
Tjokorda Ngurah Suyadnya dari The Royal Family Ubud. Foto: Rachman_punyaFOTO |