Jakarta -
detikHOT bertemu dengan Daniel Mananta di restoran miliknya bernama Padamu Negeri. Sama seperti usahanya yang sudah lebih dulu berdiri, DAMN! I Love Indonesia. Dia juga memiliki bisnis hotel kreatif bernama Cartel (Creative Rest-Art Hotel), di mana dia bekerjasama dengan lebih dari 20 kreator Indonesia, sebut saja Tahilalats, Darbotz, untuk mendekorasi setiap kamarnya. Ketiganya memiliki unsur nasionalisme yang kental.
Di sisi lain, jutaan penonton televisi juga meyakini bahwa Daniel adalah seorang pembawa acara yang kondang. Kadang dia bergaya funky ketika menjadi VJ MTV kembali ke 20 tahun silam, bisa juga elegan dengan sentuhan komedi di ajang pencarian bakat Indonesian Idol.
Pada generasi yang terbaru, atau setidaknya pada lebih dari tiga juta pengikutnya di Instagram dan YouTube mengidolakan Daniel sebagai sosok yang inspiratif. Berwawasan luas atas nilai-nilai kehidupan juga ketakwaan. Predikat sebagai family man juga disandang dengan baik melalui berbagai konten penuh kasih dan kemesraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui ragam karier profesional dan kegiatannya, Daniel Mananta punya satu benang merah yang terhubung, mengikat dan menyatukannya untuk terus bisa berdiri sebagai satu kesatuan. Daniel adalah seorang penghubung. Apa maksudnya?
"Mendefinisikan gue itu benang merahnya cuma satu, yaitu communicator. Apapun yang gue lakukan itu adalah sebuah komunikasi. Misalnya, merek baju gue itu dengan narasi utama DAMN! I Love Indonesia itu sebuah pernyataan komunikasi. Gue sebagai seorang presenter, mengkomunikasikan sesuatu. Di YouTube, gue mengkomunikasikan nilai-nilai. Di film, gue juga sedang menyatakan pandangan gue atas sesuatu."
Daniel Mananta Foto: Pradita Utama/detikcom |
"Payung gue adalah komunikasi, entah lo mau sebutnya apa. Walaupun kadang gue nggak muncul di depan layar, intinya gue mau mengkomunikasikan sebuah pesan lewat hal tersebut."
Mengatakan diri sebagai seorang penghubung atau communicator, sepertinya bukan tanpa konsekuensi. Daniel harus mempertanggungjawabkan ucapannya lewat tindakan.
Selanjutnya Daniel Mananta cerita soal
"To become a great communicator, lo harus become a great listener. Karena the secret of communication is listening. Misalnya waktu gue ketemu UAS (Ustaz Abdul Somad), kondisinya gue di hari ke-2 sakit tifus, otak gue sudah kosong banget, tapi ternyata orang-orang yang nonton masih dapat sesuatu. Gue nggak perlu ngomong banyak, hanya perlu mendengar dan penonton bisa menemukan jawaban. That's the essence of communication, ketika lo udah mengosongkan diri lu dan Tuhan memakai lo lewat kemampuan yang lo punya, which is communication."
Untuk membuktikan perkataannya bahwa dia adalah seorang penyampai pesan, maka kita coba bedah sebagian dari apa yang dia lakukan. Kira-kira ada pesan apa di balik hal tersebut. Coba dimulai dengan tema unit bisnis yang dia lakukan, yang mana semuanya bernapaskan nasionalisme.
"Gue pengen Indonesia yang gue tinggalkan itu adalah tempat yang jauh lebih baik untuk anak-anak gue dan untuk generasi ke depannya. Gue nggak pengen lagi anak-anak gue harus takut akan kerusuhan dan dia yang ditargetkan, ada kekerasan terhadap ras-ras tertentu. Gue benar-benar mau ketika anak gue tumbuh dewasa, dia tumbuh di Indonesia yang toleran. Kalau dibilang ini sensasi karena gue Cina terus bikin bisnis nasional, DAMN! I Love Indonesia itu juga sudah sempat mau bangkrut, kemudian diselamatkan oleh investor, bukan label selebriti atau Cina gue."
Daniel Mananta Foto: Pradita Utama/detikcom |
"Di hotel, Cartel, gue mau menggambarkan hebatnya kreator-kreator asli Indonesia. Ada beberapa yang karyanya sudah sampai internasional. Di hotel itu dua kamar yang connecting room dan itu kesannya kayak lo lagi nginep di era 17 Agustus 1945 dan kamar sebelahnya itu kayak lo berasa di 17 Agustus 2045. Kalian kalau nginep, satunya yang Indonesia baru merdeka banget, satu lagi sudah futuristik."
"Di YouTube, gue coba sampaikan dengan analogi bertetangga yang baik. Lo nggak bisa memilih siapa tetangga lo, tapi lo bisa memilih respons lo terhadap mereka. Minimal dengan apa yang gue buat, bisa memberikan benih-benih kepada calon pemimpin kita berikutnya, it's a big dream, tapi minimal ada dampaknya. Mungkin belum bisa lihat sekarang, tapi ketika penonton gue sudah menjadikan kebiasaan menikmati podcast gue, YouTube gue, lama-lama akan terasa."