Ayu Anjani masih diselimuti kabar duka usai kepergian ibu dan adiknya dalam kecelakaan kapal tenggelam di Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo. Ditambah, dirinya kini semakin merasakan kejanggalan atas peristiwa tersebut.
Ditemui di Cikarang Utara, Bekasi, Ayu mengatakan memang sudah seharusnya dia mengikhlaskan kepergian ibu dan adiknya itu. Akan tetapi, dia tak bisa bohong dalam hati kecilnya masih terasa ada yang tidak benar.
"Masih ada kejanggalan dan keganjilan di dalam hati aku. Karena menurut aku hal seperti ini masih bisa ditanggulangi kalau SOP (Standard Operating Procedure) dijalankan dengan benar. Dan tidak ada kelalaian atau keterlambatan dari pihak evakuasi atau apa pun itu," ungkap Ayu Anjani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal bagaimana proses evakuasi memang terus mengganggu pikirannya. Dia meyakini, para kru kapal tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan bergerak lambat.
"Kejanggalan yang masih di diri aku itu, kalau misalnya meninggalnya karena bencana alam ya sudah takdir. Aku tahu ini juga sudah garis takdir, bahkan daun jatuh pun garis takdir. Tapi yang aku nggak terima, hal ini tuh masih bisa lebih cepat lagi ditanggulangi kalau dijalankan dengan benar. Ternyata tidak sesuai, sehingga membuat terlambatnya evakuasi," sambungnya.
Perempuan kelahiran Desember 1990 itu menegaskan kejadian ini sudah dibawa ke jalur hukum. Karena, dia yakin apa yang terjadi murni kesalahan manusia alias human error.
"Memang, dari awal itu air cepat banget masuk. Tapi, kalau saja dari awal sudah ada yang aware, tidak ada terlambat evakuasi, bisa diminimalisir. Nggak keduanya keluarga saya (yang meninggal)," katanya.
"Ini human error. Karena dari pengakuan Papa dan adik-adikku yang di sana, yang selamat pada saat kecelakaan, diduga awak kapal minum-minum (alkohol) saat malam, sebelum tidur. Saya sudah limpahkan ke kuasa hukum," tegas Ayu lagi.
Saat ini Ayu berusaha sekeras mungkin untuk tidak larut dalam kesedihan dan penyesalan karena dirinya tidak bisa membantu langsung di lokasi kejadian. Hanya doa-doa yang dia antarkan sepanjang hari sebagai upaya terakhir mengikhlaskan ibu dan adiknya.
"Aku sudah ada janji sama Mama dan adikku yang belum dipenuhi. Jadi satu-satunya yang aku bisa kasih ke mereka adalah doa sebanyak-banyaknya, dari aku melek sampai aku tidur. Dzikir yang banyak, sampai ketiduran," tutup Ayu Anjani.
(mif/pus)