Kesultanan Yogyakarta di Antara Tradisi dan Budaya Pop

Hot Questions

Kesultanan Yogyakarta di Antara Tradisi dan Budaya Pop

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Selasa, 26 Apr 2022 14:15 WIB
Jakarta -

Yogyakarta adalah salah satu kota produsen budaya pop paling aktif di Indonesia. Banyak sekali karya yang lahir dari tangan para seniman di sana. Mulai dari musik dalam berbagai genre, film pendek, panjang, dokumenter peraih gelar 'Terbaik' juga fashion dan semua turunannya. Karya tulis, gambar termasuk di dalamnya. Beberapa tahun terakhir, geliat gerai makanan pun mencuat menjadi tujuan wisata.

Di samping itu, Yogyakarta juga kota yang masih memegang tegus prinsip tradisi, adat-istiadat. Banyak tradisi yang hidup berdampingan dengan zaman modern tahun 2022 hari ini, pakaian, gestur, kepercayaan, pekerjaan dan lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebetulan, GKR Hayu dan suaminya, KPH Notonegoro mengemban tugas dari Keraton dan bersinggungan dengan kesenian. detikHOT dalam kunjungan ke Keraton Kilen untuk bertemu putri ke-4 dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas, mengambil kesempatan untuk bertanya, tentang bagaimana pandangan dan posisi Kesultanan Yogyakarta di antara tradisi dan budaya pop.

ADVERTISEMENT
Wawancara detikHOT dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta. -Hot QuestionsWawancara detikHOT dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta. -Hot Questions Foto: Andhika Prasetia

"Kalau kami sih sebenarnya sangat mendukung dan inginnya kolaborasi, tapi kami, karena atas nama Keraton, sebisa mungkin mereka juga harus aware. Kami mengerti bahwa budaya pasti akan berubah seiring perkembangan zaman, tapi ada prinsip-prinsip yang tidak bisa ditinggalkan. Kami tidak menentang, berkreasi itu bebas, cuma kalau sudah tidak sesuai pakemnya, itu yang nantinya disayangkan," tutur GKR Hayu.

"Hubungan kami dari sisi kebudayaan I think it's a good relationship sih sekarang. Sebisa mungkin kita menjadi jembatannya. Misalnya, batik gitu, kami yang di Keraton ini tugasnya adalah melindungi pengrajin batik. Berdasarkan UNESCO, batik itu adalah yang pake malam (lilin khusus membatik). Jadi, kalau yang di-printing itu bukan batik, itu tiruan batik. Cuman memang tidak bisa disangkal, that's cheap. Di satu sisi kemajuan teknologi tidak bisa dibendung, kemarin bahkan sudah ada mesin robot khusus membuat batik dan pakai malam. Di sisi lain kita harus melindungi," lanjutnya.

Jika bicara global, di mana sejumlah nama seniman di Yogyakarta beberapa sudah dikenal di luar negeri, contoh paling mudah Eko Nugroho dan karyanya bersama Louis Vuitton. Jika bicara keterlibatan, apakah layaknya pemerintah, Keraton Yogyakarta melibatkan diri dalam kaitannya mendukung hal tersebut?

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta - Hot QuestionsGusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta - Hot Questions Foto: Andhika Prasetia

"Nah ini, jadi Keraton not necessary sama dengan Pemda (Pemerintah Daerah). Mungkin orang itu suka ranju karena gubernur dan rajanya sama. Kami sering ditanya sesuatu yang kemudian itu urusannya Pemda dan kami nggak tahu sama sekali. Bapak very strict mengenai conflict of interest dan Keraton tidak boleh intervensi. Bisa jadi Keraton mengeluarkan sesuatu yang sifatnya rekomendasi, tapi tanpa campur tangan," jawab GKR Hayu.

"Jadi, mungkin ini yang lagi dicoba sama suamiku, kita ingin bawa gamelan itu pentas di Lincoln Center, New York, itu kan tempatnya sangat bergengsi. Ada orkestra, ada gamelan, it's very unique but it's complete orchestra. Kita lagi cari cara bagaimana kita bisa pentas reguler di luar negeri. Kita ingin ini mulai dibawa keluar. Kalau yang kreasi di luar Keraton sudah banyak, tapi ini kreasi yang pakemnya dari Keraton.

Cukup bicara Keraton, sekarang detikHOT bertanya tentang pop culture yang menempel pada diri perempuan lulusan sarjana Information System Management di Bournemouth University, Inggris ini. Apakah budaya pop yang paling melekat dengannya?

"Fashion nggak keep up, film juga. Kalau musik, saya sukanya musik klasik," tutur GKR Hayu seraya tertawa.

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta - Hot QuestionsGusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta - Hot Questions Foto: Andhika Prasetia

"Kalau dulu saya ada koleksi itu boneka, tapi bukan kayak boneka Barbie ya, boneka buat latihan fotografi gitu, untuk 15 tahun ke atas. Terus reality hit, udah nggak lagi," sambung penganut 'agama' Canon itu.

"Kalau tren, paling saya dan suami ngikutin yang kaitannya soal pekerjaan. Misalnya waktu ramai flashmob, kita bikin. Terus kita juga produksi film pendek untuk YouTube Keraton."

Video game, manga dan anime adalah kesukaannya yang sampai hari ini masih dilakukan. Tidak hanya dari Jepang, tapi juga Tiongkok dan Korea. GKR Hayu menyebutkan, saat ini dia sedang mengikuti anime 'Demon Slayer'. Begitu sukanya dengan anime, sejujurnya GKR Hayu sempat mengajukan untuk melanjutkan pendidikan di Jepang, sayang, izin dari orangtua tidak terbit.

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta - Hot QuestionsGusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Keraton Yogyakarta - Hot Questions Foto: Andhika Prasetia

"Dulu mau lanjut kuliah ke Jepang, tapi kata bapak-ibu terlalu dekat. Jadi, dulu waktu SMA di Singapura, ada anak-anak Indonesia, mereka pada mau ke Inggris gitu kata orangtuanya kejauhan. Begitu aku telepon bilang mau ke Jepang, kata ibu malah kurang jauh. 'Kurang jauh, yang jauh sekalian biar kamu nggak pulang-pulang terus," kenangnya sambil menirukan ucapan GKR Hemas.

Masih ada cerita dari GKR Hayu, kali ini berhubungan dengan pesannya untuk para perempuan di luar sana. Dengan lugas, sang putri raja mengatakan bahwa perempuan harus bisa mandiri dan merdeka dengan apapun yang mereka lakukan. Tanpa harus bergantung dengan laki-laki. Simak ceritanya hanya di detikHOT.


Hide Ads