Setiap orang memiliki banyak cara untuk menikmati hidup; ada yang memilih untuk bersantai tanpa pikiran-pikiran berat. Sebagian justru menikmatinya dengan cara bekerja. Aneh tapi nyata, karena terjadi kepada narasumber HOT Questions kali ini, Farazandi Fidinansyah.
Farazandi Fidinansyah, anak muda berusia 33 tahun yang punya cara tersendiri dalam menikmati kehidupannya, sejak remaja hingga dewasa. Yaitu, memiliki multiverse bagi organisasi di mana dia berperan aktif di dalamnya. Penggunaan kata 'multiverse' dirasa tidak berlebihan mengingat semesta organisasi yang diikuti Farazandi memang sangat majemuk.
Farazandi Fidinansyah tercatat sebagai Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta 2019-2024 mewakili Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN). Dia juga menjabat sebagai Ketua DPW GeKrafs DKI Jakarta (Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional), di bawah binaan Sandiaga Uno, Waketum ISSI (Ikatan Sport Sepeda Indonesia) DKI Jakarta, Wasekum HIPMI Jaya dan Ketua SKPI (Syarikat Kebangkitan Pemuda Islam) DKI Jakarta.
detikHOT bertamu ke rumahnya di Kawasan Margasatwa, Jakarta Selatan di sebuah pagi sekitar pukul 09.00 WIB. Kami berbincang sebentar di sela keberangkatannya ke luar kota pada siang harinya. Padahal, malam sebelumnya dia baru tiba di Jakarta.
"Ada satu masa gue memang agak khawatir sama diri sendiri. Karena dari dulu, SMP, SMA di Kampus, di antara teman-teman tongkrongan gue beda sendiri, kalau yang lain suka hangout, gue lebih suka organisasi, kegiatan. Kesannya kok gue sok aktif, sok eksis. Tapi kemudian gue menyadari bahwa gue suka, gue menikmati," cerita Bang Andi-sapaan akrabnya-membuka obrolan mengapa dia begitu memiliki banyak kegiatan dan tergabung di banyak organisasi.
Di tahun sebelumnya, pada 2015, Bang Andi menyibukkan diri sebagai dosen sekaligus inisiator di Universitas Prasetiya Mulya. Gelar masternya dari Inggris, sekaligus menjadi pembuka bagi jurusan Event Management pertama yang hadir di perguruan tinggi Indonesia.
"Kalau dilihat-lihat memang dari dulu sudah multitasking, tapi sebagai prajurit. Sekarang multinya lebih dari sekadar menjadi prajurit, organisasinya bukan lagi BEM atau kepanitian, bukan kaleng-kaleng. Punya time management yang baik itu pasti, tapi bagaimana gue terus menjaga api semangatnya sampai garis akhir," sambungnya.
Masih tergolong anak muda, baik secara penampilan maupun Undang-Undang, kesibukannya tidak lantas membuat Band Andi merasa FOMO alias fear of missing out alias ketinggalan zaman. Mengikuti tren adalah bagian dari kebutuhannya.
"Kehidupan sosial kan esensi dari kehidupan juga. Manfaatnya bisa ke mana-mana. Silaturahmi itu sumber informasi, tren, stay relevant dan lain-lain. Walaupun sekarang kalau nongkrong ya bagian dari pekerjaan, kalau nggak sekalian olahraga, seminggu bisa 3 kali. Lagipula, sekarang sih gue nggak ngerasa FOMO, karena keluyurannya sudah lewat, tapi nggak menjadikan gue judgmental juga. Tanpa gue sadari, keluyuran itu nambah temen kok. Tinggal seleksi alam, mana temen yang kasih manfaat, mana yang nggak."
Aktif di berbagai organisasi, Bang Andi juga memiliki bisnis yang dijalankan. Saat ini, dia bersama rekan-rekannya menjalankan agensi yang bergerak di bidang kreatif dan brand consultant. Serta bisnis lamanya sejak 2011, yaitu sepatu dengan mereka 'havehad'.
"Sepatu ini gue desain sendiri, proyek iseng-iseng setelah lulus kuliah. Referensi kita saat itu Common Project (Italia). Karena memang sepatu gue lumayan koleksi, brand lokal dan luar," ujarnya sembari menunjukkan rak sepatu koleksinya. Terlihat sekilas beberapa pasang sepatu Nike, salah satunya Nike Daybreak Undercover, beberapa pasang merek lokal, seperti Compass.
Di pagi yang cerah itu, ditemani segelas es kopi susu, Farazandi juga bercerita kepada detikHOT tentang dinamika latar belakang keluarganya. Tidak bisa untuk tidak acuh, apalagi menghilangkan bahwa dirinya adalah anak dari seorang tokoh besar, profesor, ulama, Prof. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A., Ph.D atau biasa dikenal dengan nama Din Syamsuddin.
Farazandi adalah sulung, sekaligus satu-satunya dari tiga bersaudara yang saat ini meneruskan jejak sang ayah. Terjun ke dalam politik menjadi pelayan publik.
"Ada nama besar yang harus gue jaga. Ada nama besar yang bisa gue manfaatkan. Itu dua hal yang sama beratnya dan saling berhubungan. Kalau namanya nggak bisa gue jaga, boro-boro mau di-utilize. Kalau gagal gue manfaatkan, gue jadi gagal menjaga nama besar beliau. Masing-masing ada batasannya dan itu (privilese) bukan momok, itu pemberian. Gue nggak mau jadi kufur nikmat juga. Tidak perlu dieksploitasi, tapi dimaksimalkan," tuturnya menjelaskan tentang nama besar orang tuanya.
Selain bagi dirinya sendiri dan tanggung jawabnya kepada orang tua, penyuka olahraga bola dan golf ini juga ingin memberikan contoh kepada adik-adiknya.
"Gue sebagai sulung juga ingin menjadi percontohan yang baik untuk adik-adik gue. Gue bahas sama adik-adik gue untuk bagi peran. Di sini (politik), gue fokus. Adik gue yang kedua dan ketiga mau di mana, fokus di situ. Kita saling dukung satu sama lain," tegasnya lagi.
detikHOT belum puas dengan penjabarannya di atas. Pertanyaan berlanjut, yang kemudian menghadirkan cerita ternyata dirinya sempat ribut besar dengan sang ayah hingga keluar dari rumah. Hal tersebut juga turut menyeret retaknya hubungan dengan adik-adiknya.
Di sisi lain, sebagai anak muda yang berkecimpung di dunia politik juga dapat dilihat sebagai kontradiksi. Bua tapa Farazandi repot-repot menjadi politisi saat generasi muda hari ini justru makin memudar kepercayaannya.
Dan, kepergian ibunda tercinta pada 2010 turut menjadi topik pembicaraan selanjutnya. Simak selengkapnya hanya di detikHOT.
(mif/nu2)