Ranggaz Laksmana membeberkan kepada detikHOT tentang agenda nongkrong favoritnya. Sekaligus membuktikan bahwa dirinya memang beredar di banyak tempat sebagai representasi pusat pergaulan nasional, Kawasan Jakarta Selatan.
Siapa tahu, bisa menjadi referensi bagi para detikers yang sudah cukup usia. Atau, kalian berharap dapat bertemu sosok 25 tahun. Kegiatan ini merujuk pada periode sebelum masa pandemi di mana orang-orang masih bebas untuk bermain.
"Ini kalau sebelum pandemi ya, biasanya gue anaknya lebih ke Sabtu, malam minggu. Kalau Jumat masih capek pulang kerja. Jadi, mulai dari waktu dinner, mungkin di WCW (Wa Chu Want) atau Kilo Jakarta. Setelah itu, gue lanjut Vol buat pre-drink (istilah untuk menjelaskan fase duduk santai sembari minum alkohol sebelum nantinya melanjutkan kepada kegiatan yang lebih meriah). Setelah itu lanjut ke Swillhouse," cerita Ranggaz.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang di Jakarta beberapa mulai nongkrong dari Kamis, lanjut ke Jumat dan Sabtu. Hari Minggu waktunya istirahat. Kalau hari Senin-Selasa cenderung sepi," lanjutnya lagi.
Baca juga: Ranggaz Laksmana, Si Pangeran Jaksel |
Ketika ditanya adakah cerita terseru di antara malam-malam pestanya, Ranggaz Laksmana menjawab bahwa semuanya sama saja. Bisa jadi karena enggan, atau memang tidak ingat apa yang terjadi. "Sama aja ah semuanya, nggak ada yang norak banget. Palingan nyesel pas lihat tagihan besok pagi," selorohnya sembari tertawa.
Sebagai orang yang bermain di banyak tempat dengan beragam latar belakang, Ranggaz melihat ada satu perubahan signifikan yang terjadi pada para partygoers. Secara kasar, bahwa anak-anak muda berusia 21-25 tahun yang berpesta hari ini, terlihat lebih memiliki banyak uang dibandingkan dengan orang-orang di usia tersebut pada zaman mereka.
"Sekarang anak-anak baru kuliah gampang banget pesan meja, beli minuman yang mahal. Padahal kayaknya waktu dulu gue di usia itu susah banget. Ngandelin FDC (First Drink Charge), minum dulu di luar. Sekarang kayaknya pada banyak duit," ujar Ranggaz.
Kawasan nongkrong di Jakarta Selatan tidak hanya menyajikan cerita-cerita seru, tapi juga sebuah stigma. Bahwa, ada orang-orang yang dengan sengaja memanfaatkan serunya suasana pesta dan lemahnya kontrol diri untuk melakukan kegiatan yang disebut 'bungkus'.
![]() |
Baca juga: Adri Marto, The Agent of Change |
'Bungkus' dalam kosakata dunia hiburan malam adalah kondisi di mana seseorang memutuskan berkenalan dan pulang bersama orang lain, yang seringkali, baru ditemui di tempat tersebut. Mungkin istilah lain yang lebih gamblang menggambarkan adalah cinta satu malam. Hal ini berlaku baik kepada laki-laki maupun perempuan, yang dilandasi asas saling suka oleh kedua belah pihak dan tidak menjurus pada pelecehan terlebih kekerasan.
Apa pandangan Pangeran Jaksel atas adanya kondisi tersebut?
"Ya Jaksel dengan kelebihan dan kekurangannya memang ada cerita-cerita seperti itu. Tapi, Jaksel bukan secara sengaja menghadirkan itu, semua balik ke orangnya. Kalau gue sih santai ya orangnya, bukan tipe yang cari-cari gitu. Kan tujuannya nongkrong mau refresh, minum-minum, having fun sama teman-teman. Kalau lo tujuannya cuma mau bungkus, BO (booking online-merujuk pada prostitusi online) aja. Nggak usah ke kelab," tegas pria 25 tahun itu.
"Tapi yang perlu diingat, jangan sepihak, kalau sepihak namanya pelecehan. Ajak ngobrol dulu dong. Intinya, bukan hak gue menghakimi, gue kembalikan lagi ke setiap orangnya," tutup pengusaha pemilik beberapa tempat nongkrong seperti Swillhouse, Billions Jakarta dan Vol itu.
Setelah ini, Ranggaz Laksmana akan bercerita bagaimana pergaulan tidak hanya penting terhadap dirinya dan karier yang saat ini dijalankan. Tapi juga dalam rangka mewujudkan mimpi-mimpinya di masa depan. Selengkapnya hanya di detikHOT.
(mif/dar)