Hot Questions

Rocky Gerung: Artis, Selebriti hingga Jejak HAM di Tas Hermes

M. Iqbal Fazarullah Harahap - detikHot
Rabu, 15 Des 2021 10:01 WIB
Jakarta -

Setidaknya 11 tahun lalu, ketika Instagram pertama kali dirilis di Indonesia, beberapa nama yang tidak dikenal mendapatkan popularitas. Ketika TIkTok masuk pada 2016, juga muncul nama-nama asing yang mendadak disebut artis atau selebriti. YouTube yang resmi diluncurkan di Indonesia pada 2005 juga memiliki selebritinya sendiri.

Sedikit berbeda dengan dua adiknya, media sosial Twitter yang mulai digunakan sejak 2009, tidak menimbulkan kehebohan yang serupa. Begitu juga dengan para pengguna Facebook yang tidak serta-merta dikenal semua orang.

Namun, yang ingin dibahas bukanlah media sosialnya, melainkan sebutan artis dan selebriti. Hari ini, dua sebutan itu bisa melekat kepada siapa saja yang populer, utamanya di dunia maya. Istilah Selebgram, YouTuber, TikTokers diasosiasikan sebagai artis atau selebriti. Mereka bersanding sejajar dengan para musisi dan aktor-aktris film. Tapi, popularitasnya justru menjulang mengalahkan para seniman tari, perupa, desainer, penulis buku dan lainnya.

Hal ini menarik untuk dibahas bersama akademisi yang juga dianggap sebagai filsuf, Rocky Gerung. Kebetulan, Rocky juga merilis beberapa buku puisi, di antaranya berjudul 'Puisi Non Rindu' dan 'Tentang Rindu (Plus Karya Romantis dan Kritis)'.

"Begini, artis itu berlokasi di studio, dia menghasilkan sesuatu di dalam studio. Pengertiannya sempit, tapi mewah itu. Di awal abad ke-16, artis itu selalu aristokrat (bangsawan). Mereka punya manner yang tinggi. Sekarang, artis itu di panggung, namanya panggung pasti disorot kapital," buka Rocky kepada detikHOT saat ditemui di kediamannya di Kawasan Desa Bojong Koneng, Bogor.

"Masa main sinetron dua kali disebut artis? Joged-joged di TikTok terus disebut artis? Kata artis itu di dalamnya ada konsep tentang seni, nah seni itu punya konsekuensi, perjalanan atas idenya. Artis itu harus punya ide di kepalanya dan punya pemahaman atas ide itu, punya nilai. Kalau tanpa itu, kita akhirnya jadi alat dari kamera itu sendiri, mestinya terbalik. Sekarang orang jadi artis, asal ada kameranya," sambung Rocky.

Lebih dalam kepada sejarah, akademisi kelahiran Januari 1959 menjelaskan pemahaman tentang selebriti. Bahwa ada pergeseran makna yang jauh tentang bagaimana kelompok ini awalnya disebut demikian, sampai dengan yang terjadi saat ini.

"Selebriti di abad ke-18, adalah orang yang keluar-masuk kafe, kemudian disebut cafe society, untuk bicara public issue. Itu yang menyebabkan kafe-kafe di Eropa, khususnya Perancis, jadi pusat pembicaraan politik oleh kalangan elite. Hal itu sampai mendorong Revolusi Perancis, pemisahan negara dari gereja. Jadi, kafe itu punya suasana intelektual. Kalau di sini kafe isinya apa? Orang-orang gosip atau foto-foto, media sosial. Makanya mereka cari kafe yang 'Instagram-able', bukan yang 'thinkable'.

"Sama seperti sebutan 'jetset', bukan orang yang bolak-balik naik private jet. Mereka adalah orang yang juga berpikir, orang yang mencari ide dan berupaya mondar-mandir secara global untuk bertemu dengan ide-ide itu. Sama dengan sosialita, mereka itu kelompok elite yang memengaruhi pemikiran publik," ceritanya.

Rocky Gerung Foto: Rocky Gerung dok detikhot

Siang itu, di kediamannya yang hangat meski cuaca di luar dingin, bahasan semakin menarik dengan contoh kasus, Grace Kelly. Rocky Gerung menceritakan, bagaimana aktris sekaligus sosialita dunia, yang juga bergelar 'Her Serene Highness the Princess of Monaco', menempatkan diri dengan intelektual yang dimilikinya, sehingga mampu berdampak pada salah satu merek mode ternama, Hermes, untuk mengabadikan namanya ke dalam salah satu produk tas mereka.

"Sosialita tahun 50-an, namanya Grace Kelly. Karena intelektualnya bagus dia memiliki sikap. Orang sekarang bawa tas Hermes buat pamer, dulu Hermes itu bukan untuk dipamerkan. Hermes dipakai oleh Grace Kelly untuk menutupi kandungannya agar tidak tersorot paparazzi. Itu kenapa disebut Hermes saat itu disebut tas Grace Kelly. Cerita lain, Grace Kelly masuk ke restoran di Hollywood, dia datang dengan seorang artis juga, perempuan kulit hitam. Pemiliknya bilang, yang boleh masuk hanya Grace Kelly karena dia kulit putih. Tas Hermes yang dipakainya saat itu, dipakai untuk gebukin orang itu. Jadi, Hermes itu sendiri di dalamnya ada jejak privasi, ada jejak Hak Asasi Manusia. Kalau sekarang cuma sekadar dipamerin," terang Rocky.

Namun Rocky juga menyadari, bahwa media sosial memiliki andil dalam pergeseran makna dari artis dan selebriti ini. "Tapi ya, ini dampak dari sosial media. Hidup kita sekarang diatur oleh algoritma sosial media."

Sebelum selesai membahas artis dan selebriti, bukan Rocky namanya jika tidak menyentil pemerintahan. Menurutnya, karena tidak hidupnya kurikulum kebudayaan dari pemerintah, menyebabkan banyak orang tercetak dengan sifat dan sikap penghasut serta pembohong (demagogi), bukan pembimbing dan pengajar (pedagogi).

"Sebetulnya semua orang ingin menjadi artis, tapi fasilitasnya tidak tersedia, juga karena kurikulum kebudayaan kita tidak dihidupkan. Pemerintah kita tidak punya imajinasi untuk menghidupkan kebudayaan. Akibatnya, demagogi yang dihasilkan, bukan pedagogi. Walaupun tidak semua, ada banyak juga artis yang hebat.

Rocky Gerung Hot Questions Foto: Muhammad Ridho

Setelah ini, orang yang disebut Presiden Akal Sehat ini akan bercerita tentang akal sehat pergaulan hari ini, yang disebut green civilization. Seperti apa? Ikuti terus di detikHOT.




(mif/nu2)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork