Arzeti Bilbina kali ini bicara soal produk galon air isi ulang yang diduga mengandung bahan kimia berbahaya. Menurutnya, kemungkinan paparan zat kimia (BPA) tersebut bisa melalui botol-botol plastik yang dibawa anak-anak sekolah, juga dari air minum galon isi ulang yang ada di sekolah.
"Sebetulnya ini kita harus aware. Pemerintah yang terlibat di dalam tupoksi untuk bicara mengenai bahan, yang dipakai untuk penunjang. Apa yang ingin kita lakukan adalah proses menjadi lebih baik. Jadi jangan sampai apa yang kita ingin lakukan membuat produk menjadi baik saja. Tapi jadikanlah produk itu menjadi sehat," buka Arzeti melalui rilisnya.
Lebih lanjut Arzeti menyampaikan, betapa ancaman paparan lebih mengenai kepada anak-anak sekolah yang setiap hari membawa botol plastik untuk kemudian diisi air di sekolah dari air galon isi ulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena anak-anak sekolah butuh sekali (minum). Semua anak-anak diwajibkan menggunakan air (galon) isi ulang. Ada tempat pengisian air minum. Jadi memang ini nih yang langsung harus ditarik, sehingga pemerintah langsung memberi ultimatum. Agar semua menjadi satu komando. Kepentingannya adalah untuk kesehatan anak-anak," sambung Arzeti lagi.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait. Arist mengingatkan kepada masyarakat khususnya ibu-ibu untuk lebih berhati-hati lagi dalam memilih produk makanan atau minuman dengan kemasan plastik. Seperti di antaranya, botol minuman, tempat makanan ataupun minuman utamanya yang dikemas dalam kemasan galon isi ulang.
"Persoalan plastik ini sebenarnya menjadi konsentrasi Komnas Perlindungan Anak sejak tiga tahun silam. Dampaknya memang bukan hanya kesehatan, tapi menghambat pertumbuhan anak secara mental dan intelektual," beber Arist Merdeka Sirait.
Dalam kesempatan ini, Arist Merdeka Sirait juga mengingatkan kepada Badan POM untuk mengawasi produk yang dikemas dengan kemasan plastik.
"Jadi Komnas Perlindungan anak merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan kemasan yang mengandung BPA. Dari temuan-temuan yang dilakukan inilah, yang harus diserukan Komnas Perlindungan Anak. BPOM juga tidak bisa berbuat banyak kalau masyarakat tidak diberi tahu," ungkap Arist Merdeka Sirait.
(wes/mau)