"Hari Jumat (6 Maret) ada pertemuan itu jam 9 pagi di sekolahanya, dipertemukan Mba Viviane, ayah kandungnya J, dan ibu sambungnya. Di situ ada perbedaan pendapat bahwa J bilang dirinya dicubit oleh ibu sambungnya, tapi ibu sambungnya menyatakan bahwa ini dipegangi untuk meregulasi diri," kata pengacara Viviane, Ahmad Ramzy Ba'abud saat dihubungi melalui telepon.
Pihak sekolah menganjurkan pada Viviane dan Okan untuk membawa anak ke psikolog terkait memar-memar yang ditemukan pada tubuh J. Akan tetapi, Viviane memilih untuk melapor ke polisi untuk mendapatkan kebenarannya.
"Kita akhirnya sepakat membuat laporan polisi aja, supaya jelas apakah ini penganiayaan atau seperti apa," kata pengacara Viviane.
"Makanya dalam laporan polisi kita saya ingin meluruskan bahwa kita tidak pernah menyebut salah satu pelakunya, biar nanti pihak kepolisian yang menentukan siapa yang melakukan ini," tegasnya.
Pengacara Viviane mengatakan saat ditanya oleh piak sekolah, J mengaku dicubit dan dipukul. Akan tetapi, dari May Lee, istri Okan Cornnelius juga mempunyai penjelasan yang berbeda.
"Pengakuan tanggal 5 dan 6 Maret kepada gurunya, J dicubit bilangnya dipukul sama ibu sambungnya, ini berdasarkan keterangan pihak sekolah ya. Tapi, kita nggak tahu benar apa tidak. Tapi ada keterangan berbeda antara J dan ibu sambungnya satu bilang dipegangi tapi J bilang dipukul dan dicubit biar nanti pihak kepolisian yang menilai," tutur pengacara Viviane.
Oleh sebab itu dibutuhkan psikiater untuk memastikan sebenarnya apa yang terjadi dengan J. Nantinya akan ada psikiater yang mendampingi anak Viviane dan Okan Cornelius itu dalam masalah ini.
"Karena ada perbedaan ini untuk membuktikan apakah bohong atau tidak terkait lebam tersebut. Makanya dibutuhkan psikiater, untuk menentukan apakah seperti apa sebenarnya yang terjadi biar psikiater yang menanyakannya," kata Ahmad Ramzy Ba'abud.
(pus/nu2)