17 tahun menjadi istri kedua, diakui Meggy tak seindah yang dipikirkan orang. Mengukur dari satu sampai sepuluh, kadar kebahagiaan Meggy menikah dengan Kiwil hanya mendapat nilai lima.
"Lima ya. Bukan aku tidak bersyukur, aku juga nggak mau jadi muslimah yang kufur nikmat. Kalau ditanyakan juga ya nggak boleh kan berbohong. Karena kalau dikatakan bahagia, bahagia itu dalam poligami adalah bagaimana kita bisa mensyukuri apa yang kita dapat aja," kata Meggy kepada detikcom di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meggy menegaskan pernikahannya tak sesuai dengan ekspektasi. Ibu beranak tiga itu, baru mengetahui dipoligami saat mengandung anak pertama.
"Yang pasti tidak sesuai dengan ekspektasi saya yang menjadi angan-angan, nggak sesuai dengan apa yang kita inginkan aja. Nggak seindah seperti yang kita bayangkan intinya," katanya.
Ada dua alasan mengapa seseorang itu mau melakukan poligami menurutnya, yaitu pilihan atau bukan pilihan. Meggy mau dipoligami karena bukan pilihan.
"Orang-orang yang poligami punya alasan sendiri kenapa mereka menerima jadi istri kedua. Apakah itu memang pilihan, atau bukan pilihan seperti aku," ungkapnya.
"Kalau mereka tahu akan menikah dengan laki-laki beristri pasti itu pilihan dia untuk menjadi istri kedua. Cuma kalau saya pribadi bukan pilihan karena saya tidak tahu suami saya sudah beristri," tegas Meggy 'Kiwil'.
Dalam rumah tangga yang terjadi poligami pastinya mempunyai masalah beda.
"Beda awalnya, beda konfliknya, namanya rumah tangga dimuka bumi pasti ada perbedaan. Walaupun sama-sama poligami," tukas Meggy.
(pus/wes)