Festival temu penulis dan pembaca maupun acara sastra tak banyak yang eksis digelar sampai sekarang. Komunitas Salihara punya LIFE's, Dewan Kesenian Jakarta pernah menggelar Jakarta International Literary Festival (JILF), Ubud punya Ubud Writers and Readers Festival, di kota Makassar ada penyelenggaraan Makassar International Writers Festival, dan berbagai kota lainnya.
Di penyelenggaraan ketiga, penerbit Gramedia Pustaka Utama (GPU) kembali menggelar perhelatan Ruang Tengah yang kini berganti nama Pesta Literasi Indonesia. Perayaan temu penulis dan pembaca yang digelar akhir pekan ini bakal diramaikan oleh 50 penulis, musisi, sampai pegiat literasi. Lalu apa bedanya dengan festival-festival lainnya?
"Festival ini adalah sebuah perayaan, bagi siapapun yang ingin mengembangkan dunia literasi. Literasi tentang pengembangan buku-buku fiksi, nonfiksi, masakan, dan poinnya ingin mengajak semakin banyak orang untuk ikut ke dalam gerakan ini," kata Chief Editor Gramedia Pustaka Utama (GPU), Andi Tarigan saat jumpa pers di kawasan Palmerah Barat, Jakarta Barat pada Selasa (29/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika berbicara mengenai festival temu pembaca dan penulis, lanjut dia, semoga menjadi pesta literasi bagi seluruh penikmat buku di Indonesia.
"Oh ini pesta literasi di Indonesia, mereka (para pembaca) menjadi bagian dari pesta ini," ucapnya lagi.
Salah satu hal pembeda lainnya, kata Andi, adalah titik mula tujuan festival ini adalah buku dan budaya membaca.
"Kita punya banyak perspektif berbeda, ada konser literasi juga yang bakal ada selama 3 hari berturut-turut. Punya banyak seminar dan perspektif adalah orang yang suka membaca buku, orang yang melihat buku. Kami berharap lingkaran ini semakin besar bukan hanya kutu buku saja," tegasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Eka Kurniawan. Novelis O itu menegaskan acara literasi di Indonesia lebih semarak ketimbang negara-negara lainnya di Asia.
"Di negara-negara Eropa, kebanyakan pengunjungnya orang yang suka buku namun lanjut usia dan diselenggarakan di akhir pekan seperti pensiunan gitu. Anak muda, hampir jarang ada. Di Malaysia, mereka saja mencontohnya ke Indonesia meski sesuram-suramnya kondisi kita, masih menjadi role model," tukasnya.
(tia/dar)