Tak banyak yang tahu nama Roestam Effendi dalam kancah sastra Indonesia. Sastrawan yang lahir di Padang, Sumatera Barat, pada 13 Mei 1903 juga dikenal sebagai penulis Pujangga Baru.
Darah seni Roestam Effendi sudah mengalir sejak dari ayahnya, Sulaiman Effendi, yang merupakan seorang fotografer di kala itu.
Dia sudah tertarik dengan hal-hal berbau budaya dan bercita-cita dalam dunia panggung teater. Berikut 5 fakta soal Roestam Effendi seperti dirangkum detikcom:
1. Sastrawan Pujangga Baru
HB Jassin mengklasifikan para sastrawan dalam beberapa kategori. Termasuk mereka yang berkarya dan eksis di dekade 1920-an sampai 1930-an, salah satunya adalah Roestam Effendi.
Dia juga dikenal sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Keberadannya dalam khazanah sastra Indonesia sangat penting.
Semangat perlawanannya dituangkan dalam penulisan sajak dan drama yang bersifat metaforik dan menjadi pembaharu dalam gaya.
2. Naskah Drama dalam Bahasa Indonesia
Roestam Effendi menjadi tokoh pertama di Indonesia yang membuat naskah drama menggunakan Bahasa Indonesia. Dia menggunakan metode dialog antar tokoh dalam tulisannya.
Karya yang ia tulis adalah Bebasari atau yang diartikan sebagai 'kebebasan yang sesungguhnya'. Karya ini ditulisnya pada 1926.
3. Kembangkan Sastra Melayu
Sebelum membuat naskah drama dalam bahasa Indonesia, Roestam Effendi juga mengembangkan sastra Melayu dalam karya-karyanya.
Keseriusannya untuk mengembangkan sastra Melayu diperlihatkan dengan kegigihannya mempelajari hasil-hasil kesusastraan Melayu seperti hikayat, syair, dan pantun. Di masa awal kepengarangannya, Roestam Effendi sering menggunakan nama-nama samaran seperti Rantai Emas, Rahasia Emas, dan Rangkayo Elok.
4. Bebasari
Salah satu karya terkenal Roestam Effendi adalah Bebasari. Bukan novel maupun cerpen, tapi ia menulis naskah drama.
Bebasari yang berarti 'kebebasan yang sesungguhnya' punya sejarah panjang dikecam. Naskah ini sempat dilarang oleh pemerintah Belanda ketika ingin dipentaskan oleh siswa MULO Padang dan para mahasiswa kedokteran di Batavia (Jakarta).
Pelarangan itu disebabkan karena karya ini dianggap sindiran terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Bebasari menceritakan tentang putri seorang bangsawan yang terkurung di antara kawat berduri, setelah ayahnya dibunuh. Bebasari diculik. Barangkali dia yakin kekasihnya, Bujangga, terus membawa dendam kesumat pada penjahat Rahwana. Bagaimana tak sakit hati Bujangga, kekasih diculik, kerajaan porak-poranda, bapak mati berkubang kesedihan. Hatinya geram dan bersiap menuntut balas.
5. Jadi Politikus
Tak hanya berjuang di jalan sastra, Roestam Effendi juga banting setir menjadi politikus.
Selama 19 tahun (1928-1947) ia menetap di Belanda dan bergabung dengan Partai Komunis Belanda (Communistische Party Nederland, CPN). Selama 14 tahun (1933-1946), Roestam Effendi merupakan satu-satunya orang Hindia Belanda yang pernah menjadi anggota Majelis Rendah (Tweede Kamer) mewakili partai tersebut.
Dia meninggal dunia pada 24 Mei 1979 di Jakarta.
Simak Video "Once Mekel Sakit Hati Usai Diultimatum Ahmad Dhani"
[Gambas:Video 20detik]
(tia/dar)