Nama Hilman Hariwijaya mencuat sejak akhir 1986. Cerita pendek Lupus yang pertama kali terbit di Majalah HAI itu booming dan meledak disukai pembaca. Lupus pun menjadi karakter dan idola para remaja sampai sekarang.
Cerita pertama yang berjudul Tangkaplah Daku Kau Kujitak sukses disukai. Saat itu, Majalah HAI digawangi oleh Arswendo Atmowiloto.
Gaya penulisan Hilman Hariwijaya yang mendobrak batas karya sastra saat itu menjadi hal yang disukai. Lupus menjadi karakter anak muda yang gayanya asyik sekali.
"Saat itu yang menulis seperti gaya Hilman belum ada, dulu zamannya novel roman. Hilman sukses membawa gaya baru, yang sehari-hari kita, gaya kocak, dan nyeleneh di dekade 1980-an," ungkap Editor Fiksi Gramedia Pustaka Utama (GPU), Vera Kresna, kepada detikcom.
Serial Lupus menjadi cerita bersambung (cerbung) di Majalah HAI. Dari cerpen, kisahnya menjadi novel yang diterbitkan oleh GPU.
"Saat itu booming sekali. Pembaca dari SMP, SMPA, suka sekali dengan Lupus," katanya.
Dari serial utama Lupus, Hilman mengembangkan cerita lainnya. Ada serial Lupus lainnya, serial Olga, serial Lulu atau adiknya Lupus. Hilman juga melakukan duet kepenulisan degan Boim Lebon untuk menulis Lupus ABG dan Lupus Kecil.
Gusur Adhikarya juga beberapa kali menulis cerita bersama dengan Hilman. Mulai dekade 1990-an, penulis lainnya mulai bermunculan dan karya dengan genre pembaca anak muda menjamur, di antaranya Gola Gong sampai Budi Lantang.
Hilman tercatat sebagai pembuka bagi karya novel yang ringan dan khas anak muda. Vera menyebutkan Hilman mendobrak batas dan kelaziman yang ada di industri buku.
"Dia membuka genre gaya remaja yang nyablak, ngomong bahasa sehari-hari gue elo. Bahasa novel juga biasanya pake akhiran 'kan' tapi dia pake 'in'. Semuanya jadi dibahasakan 'masukin', 'tolongin gue dong'. Dan saat itu lucu tuh sampai difilmkan," sambungnya.
Dia juga menulis cerita teenlit dan novel remaja. Pada 2000, Hilman mulai merambah naskah sinetron dan layar lebar, salah satu sinetron yang ditulisnya adalah Cinta Fitri.
"Makin ke sini, makin banyak skenario sinetron dan menulis novelnya tidak seaktif dahulu," katanya.
Boim Lebon menyebutkan karakter Lupus yang dibuat Hilman tak lekang oleh waktu. Lupus menjadi cerminan sosok dirinya yang selalu gembira dan tidak pernah putus asa.
Lupus selalu diceritakan bahagia dan tidak menyerah. Bahkan Lupus tidak pernah bersedih, apapun masalah dalam kehidupannya.
"Dia (Hilman) selalu berusaha menampilkan inspirasi yang menyenangkan. Happy ending, akhirnya Lupus juga disukai karena relate dengan kehidupan kita yang banyak masalah," katanya.
"Jadi (Hilman) ingin mengeluarkan kegembiraan-kegembiraan melalui tulisannya itu," sambung Boim Lebon.
(Baca halaman berikutnya soal Hilman Hariwijaya)
Simak Video "Video: Strategi Kemenkes Tingkatkan Upaya Deteksi Dini Lupus"
(tia/pus)