Peraih Nobel Sastra Afrika Pertama Sentil Nigeria di Novel Terbaru

Peraih Nobel Sastra Afrika Pertama Sentil Nigeria di Novel Terbaru

Tia Agnes - detikHot
Selasa, 02 Nov 2021 11:44 WIB
Peraih Nobel Sastra 1986 Wole Soyinka
Peraih Nobel Sastra tahun 1986 Wole Soyinka menyentil negaranya lewat novel baru Foto: Istimewa
Jakarta -

Nama Wole Soyinka dikenal sebagai penerima Hadiah Nobel Sastra Afrika pertama dari negaranya, Nigeria. Dalam novel terbarunya setelah 50 tahun vakum, ia menyentil kampung halamannya dalam Chronicles from the Land of the Happiest People on Earth.

Wole Soyinka menciptakan negara Nigeria fiksi yang penuh dengan kejahatan, korupsi, dan kekacauan dengan penguasa yang menindas. Penguasa itu bernama People on the Move atau POMP.

Penduduknya sama sekali tidak bahagia meski ada Festival Rakyat Kebahagiaan tahunan. Bahkan di dalam novel satir itu menggambarkan perdagangan bagian tubuh manusia oleh perusahaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan gereja besar yang mengkhotbahkan Chrislam (campuran Kristen dan Islam).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam novelnya, ia juga menuliskan tentang semangat penuh harapan para masyarakat Nigeria.

Dalam sebuah wawancara, Wole Soyinka mengatakan apa yang ada di dalam novel adalah pandangan pribadinya. Ia merasa latar novelnya mirip dengan sistem negara Nigeria saat ini.

ADVERTISEMENT

"Nigeria bukanlah sistem negara yang bekerja, produktif, dan sehat untuk masyarakatnya," katanya, dilansir dari AP, Selasa (2/11/2021).

Pada 2015, ia mendukung kandidat Presiden Muhammadu Buhari dan meminta warga Nigeria untuk memaafkan pemimpin masa lalunya sebagai mantan diktator yang memerintah Nigeria dari tahun 1983 sampai 1985. Sekarang Buhari sebagai presiden dan Soyinka kembali kritis terhadapnya.

"Di pertengahan putaran pertama pemerintahannya, ia telah gagal di banyak tingkatan. Nigeria telah jalan ke arah yang salah," kata penulis berusia 78 tahun itu.

Wole Soyinka mengatakan Nigeria telah berjalan ke arah yang berbeda sejak 1955. Ketika raksasa Afrika Barat itu mendapatkan kekayaan yang tidak diterima dan tidak layak dari minyak.

Pada 1986, ia menjadi penulis kulit hitam pertama dan orang Afrika pertama yang memenangkan Hadiah Nobel untuk Sastra. Untuk novel terbarunya, ia melakukan perjalanan internasional untuk mempromosikannya dan berpikir sekarang sangat lelah menyuarakan keadilan untuk negaranya.

"Saya hanya menjalani kehidupan normal semampu saya. Tidak ada resep khusus atau semacamnya," tukasnya.




(tia/dar)

Hide Ads