Nawal El Saadawi Meninggal, Penulis Mesir yang Sempat Dibui hingga Kontroversi

Nawal El Saadawi Meninggal, Penulis Mesir yang Sempat Dibui hingga Kontroversi

Tia Agnes - detikHot
Senin, 22 Mar 2021 09:04 WIB
Nawal El Saadawi (Dok The Guardian)
Penulis asal Mesir Nawal El Saadawi meninggal dunia Foto: Nawal El Saadawi (Dok The Guardian)
Jakarta -

Kabar duka mewarnai dunia sastra internasional. Penulis feminis asal Mesir Nawal El Saadawi meninggal dunia di usia 89 tahun pada 21 Maret 2021 di Kairo, Mesir.

Sosoknya terbilang kontroversial di masanya. Perempuan kelahiran 27 Oktober 1931 dikenal lantang menyuarakan hak-hak kaum perempuan dan berjuang membela mereka yang terpinggirkan.

Nawal El Saadawi yang juga seorang dokter dan psikiater banyak menulis tema-tema perempuan dalam berbagai karyanya. Perhatian khususnya soal pemotongan alat kelamin perempuan di masyarakat atau dikenal dengan nama sunat tak luput dari isu yang diboyongnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikenal dengan sebutan Simone de Beauvoir dari dunia Arab, Nawal El Saadawi juga dikenal sebagai perempuan paling radikal di Mesir.

Ia dilahirkan di tepi sungai Nil dan memulai praktik kedokterannya di pedesaan. Berbagai rumah sakit di Kairo pernah menjadi lokasi praktiknya dan terakhir sebagai Direktur Kesehatan Masyarakat di Kementerian Kesehatan Mesir.

ADVERTISEMENT

Tapi sayangnya setelah buku nonfiksi pertamanya terbit yang berjudul Women & Sex di 1972, Nawal El Saadawi mendapatkan kecaman dari kalangan politik, agamis, dan pemerintah Mesir.

Dia pun kehilangan jabatannya di Kementerian Kesehatan. Gara-gara buku itu juga, ia sempat dibui selama tiga bulan pada 1981 sebagai hukuman dari Presiden Anwar Sadat saat itu.

Sebulan setelah sang presiden meninggal, Nawal El Saadawi dibebaskan. Selama di bui, ia menuliskan pengalamannya dan menerbitkan buku berjudul Memoirs: from the Women's Prison yang ditulis menggunakan gulungan tisu toilet dan pensil alis.

(Baca halaman berikutnya soal profil Nawal El Saadawi)

Dalam sebuah wawancara, Nawal El Saadawi pernah mengatakan Presiden Anwar Sadat memasukkan dirinya ke dalam bui bersama dengan tahanan pria.

"Di bawah [Presiden lama Hosni] Mubarak, saya telah 'masuk daftar abu-abu'. Meskipun tidak ada perintah resmi yang melarang saya, saya tidak bisa tampil di media nasional - ini adalah aturan tidak tertulis. Tidak ada kesempatan bagi orang-orang seperti saya untuk didengarkan oleh orang-orang," katanya.

Pada 1993, ia pindah ke Carolina Utara, AS dan bekerja untuk sebuah universitas. Pada 2005, ia kembali ke Mesir dan sempat menjadi pembicaraan karena niat mencalonkan diri menjadi presiden namun gagal di tengah jalan.

Di 2011, ia pernah turut andil dalam unjuk rasa melawan korupsi yang dilakukan presiden saat ini. Puluhan buku ditulis oleh Nawal El Saadawi, salah satunya adalah novel berjudul Perempuan di Titik Nol.

Novel kenamaan Perempuan di Titik Nol mengisahkan sisi gelap yang dihadapi perempuan-perempuan Mesir di tengah kebudayaan Arab yang kental dengan nilai-nilai patriarki. Ketika perempuan masih mengalami ketimpangan hak dan tidak tidak pernah mendapatkan hak yang sama seperti yang didapatkan laki-laki.

Sepanjang kariernya, Nawal El Saadawi menerima banyak anugerah. Pada 2005, ia dianugerahi Inana International Prize di Belgia. Di 2012, Biro Perdamaian Internasional menganugerahinya Penghargaan Perdamaian Sean MacBride.

Pada 2020, Majalah Time pun menobatkan Nawal El Saadawi dalam daftar 100 Wanita Tahun Ini. Selamat jalan, pejuang kaum perempuan dunia Arab!



Simak Video "Video Nikita Mirzani: Kepada Pak Prabowo, Bubarkan Saja BPOM dan BPKN!"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads