Barack Obama turut memuji penampilan Amanda Gorman saat pelantikan Joe Biden pada Rabu (20/1/2021). Amanda Gorman mencetak sejarah sebagai penyair muda yang diundang untuk membacakan puisi dalam acara inaugurasi kepresidenan Amerika Serikat.
Barack Obama menyebutkan nama Amanda Gorman berhasil masuk ke dalam sejarah AS.
"Di hari bersejarah @TheAmandaGorman membawakan puisi yang lebih dari momen saat ini. Orang-orang muda seperti dia adalah bukti bahwa selalu ada cahaya, andai saja kita cukup berani untuk melihatnya. Andai saja kita cukup berani untuk menjadi seperti dirinya," cuit Barack Obama di akun Twitter, seperti dilihat detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Barack dan Michelle Obama juga menjadi salah satu undangan saat pelantikan Joe Biden dan Kamala Harris. Keduanya berada dalam urutan tamu spesial lainnya dengan pengunjung yang hadir saat inaugurasi.
Puisi yang dibacakan Amanda Gorman dinilai penuh kekuataan. Dalam salah satu penggalan puisinya ia menuliskan, "Bahkan saat kami berduka, kami tumbuh."
Wakil Presiden Kamala Harris lewat akun Twitter menyebutkan Amanda Gorman sebagai #BlackGirlMagic.
"Itu adalah tugas yang luar biasa bagi Amanda Gorman yang telah menyelesaikan puisinya dan membantu orang-orang terinspirasi," tulis Kamala Harris.
Sebelum Amanda Gorman, dalam sejarah pelantikan kepresidenan Amerika Serikat ada penyair lainnya yang pernah diundang tapi dialah yang termula. Pada 1961, John F Kennedy mengundang Robert Frost untuk membacakan puisi.
Pendahulunya yang pernah diundang adalah Maya Angelou dan Elizabeth Alexander. Secara khusus, penampilan Amanda Gorman juga mencuri perhatian lewat anting-anting yang dikenakan dan cincin bergambar burung yang dikurung.
Simbol itu diartikan sebagai penghargaan untuk memoar klasik Maya Angelou I Know Why the Caged Bird Sings.
Amanda Gorman adalah warga Los Angeles dan dikenal sebagai pemenang penyair pemuda nasional pertama di AS. Ia menulis puisi The Hill We Climb sebelum 6 Januari saat peristiwa kerusuhan yang terjadi di Capitol AS oleh pendukung Donald Trump saat itu.
"Hari itu saya melihat gelombang energi kedua untuk menyelesaikan puisi itu. Kami telah melihat kekuataan yang akan menghancurkan bangsa kami daripada kekuataan untuk menyatukan," pungkasnya.
(tia/dal)