Tepat pukul 19.00 WIB, keduanya hadir membacakan salah satu puisi yang ada di buku kumpulan puisi pertamanya 'Tempat Paling Liar di Muka Bumi' (2016). Dilanjutkan dengan 'Selamat Datang Bulan' yang baru saja rilis tahun ini dan 'Bahaya-bahaya yang Indah' secara bergantian bersama kekasihnya.
Di setiap pembacaan musikalisasi puisi-puisinya, mereka kerap berkelakar dan menceritakan ide di balik karyanya. Seperti kata 'bulan' yang selalu ada di setiap puisi perempuan yang akrab disapa Theo tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Weslly Johannes pun menceritakan mengenai 'luka-luka' yang dialaminya pasca kerusuhan Ambon dan membuatnya lari dari kampung halaman. Luka itu kerap diceritakan lewat penggalan puisi-puisinya yang terangkum dalam 'Bahaya-bahaya yang Indah.
Keduanya pun menulis puisi bersama dalam buku 'Cara-cara Tidak Kreatif untuk Mencintai'. Acara yang berlangsung dua jam bersama sekitar 20 pembaca itu berlangsung hangat dan intim.
Theo juga menceritakan soal mempopulerkan puisi ke berbagai platform dan project. Salah satunya yang kerap diunggah adalah menulis puisi di tembok atau sudut kota. Ide itu bermula ketika Theo pulang kampung ke Ambon ketika ayahnya sakit.
"Saya suka sekali jalan kaki, masuk ke gang-gang kecil. Banyak dinding yang belum tersentuh mural. Ada gambar alat kemaluan di dinding-dinding kota Ambon. Saya kemudian bertanya bagaimana kalau tulisan saya atau kami berada di antara gambar itu. Barangkali ada satu puisi yang indah, bisa dipotret, dan dibaca lagi," tuturnya.
Dia akhir pelayaran, Theo mengajak pembaca yang hadir untuk bersenandung, 'Aku ingin mencintaimu tanpa banyak kekhawatiran'. Selamat berlayar Theo dan Weslly ke lokasi-lokasi lainnya!
(tia/dar)