Jakarta -
Tak ada yang tahu sejarah keluarga kalau tidak melihat kembali apa yang terjadi dari bangsanya sendiri. Ungkapan itu mungkin ada benarnya ketika melihat karya-karya yang disajikan dalam
Literature and Ideas Festival atau disingkat LIFEs yang berakhir pada 20 Oktober 2019.
Festival sastra dan ide tahun ini berbeda dari tema-tema sebelumnya yang fokus pada sastra di kawasan tertentu. LIFEs 2019 menggandeng mereka yang berasal dari Indo-Belanda, atau warga negara Belanda yang memiliki darah keturunan Tanah Air. Serta disandingkan dengan mereka yang berasal dari Indonesia.
Mereka berbagi cerita tentang akar dan asal usul keluarga masing-masing. Kisah-kisah itu terangkum dalam berbagai acara termasuk pameran foto 'My Story, Shared History'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Foto: Witjak Widhi Cahya/ Komunitas Salihara |
Dari ruang galeri Komunitas Salihara, pengunjung akan mendapati jepretan beberapa keluarga di Timor dan Rote. Bersama dengan Felix K Nesi, Armando Ello menjepret keluarga di luar sudut pandang yang selama ini diketahui dari narasi sejarah Timor.
Berlanjut ke sisi berikutnya ada peta nenek moyang Adrian Mulya yang berasal dari keluarga Peranakan. Serta Maria Rey-Lamslag keluarga Indo-Belanda yang menjalani kehidupan berbeda. 'So Far So Close' mengajak pengunjung melihat sejarah bangsa yang dikaitkan dengan latar belakang keluarga keduanya.
Sisi berikutnya ada karya instalasi Lala Bohang dan Lara Nuberg dari Indo-Belanda. Keduanya mengeksplorasi sejarah keluarga yang mengikat hidup mereka.
Lala Bohang menuturkan dari workshop bertemu dengan Lara, ia mempertanyakan kembali leluhurnya dan mendapatkan fakta mencengangkan. Sama halnya dengan Lara yang sudah tiga kalinya datang ke Indonesia untuk mencari akar keluarganya.
"Saya tahu kalau keluarga nenek saya datang dari Bandung dan Medan. Saat kemerdekaan Indonesia, banyak orang Belanda yang menikah dengan orang Hindia Belanda saat itu ya, harus membawa keluarganya ke Belanda," tuturnya saat mengobrol dengan detikcom.
Lara pun menyambangi dua kota tersebut dan merasakan seperti apa orang-orang Bandung dan Medan. "Setiap kali saya berbicara soal Indonesia, nenek saya selalu marah. Ada perasaan yang sakit dan tak mau dilihat lagi. Tapi saya rasa kita harus membicarakan soal masa lalu dan sejarah keluarga," lanjut Lara.
Cerita dari para sastrawan dan seniman Indonesia serta Indo-Belanda masih bisa disaksikan sampai akhir pekan ini. Di hari terakhir LIFEs, Sabtu (20/10) ada diskusi 'Staging History' pukul 16.00 WIB, pentas 'Poetique Ensemble' yang dipentaskan Diptyque Theatre pukul 17.00 WIB, serta ditutup pidato dari Hilmar Farid dan Nancy Jouwe.
Halaman Selanjutnya
Halaman