Layaknya sebuah dongeng, 'Babad Ngalor Ngidul' seperti seorang ibu yang membacakan cerita kepada anaknya menjelang tidur. Kisah mengenai berbagai peristiwa di Pulau Jawa, khususnya mitos lor (Gunung Merapi) dan kidul (Laut Selatan) yang sangat kental di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mitos itu pula yang membuat perempuan yang akrab disapa Eli itu menuliskannya.
Dalam acara bincang-bincang 'Babad Ngalor Ngidul' di Pusat Kebudayaan Prancis IFI, Jakarta akhir pekan lalu, Eli menceritakan asal mula kecintaannya terhadap budaya Jawa yang dimulai pada1989. Jelang kelahiran putrinya yang bernama Sarah Diorita Prasetyo, tiap kali lewat Alun-alun Kidul Yogya, dia selalu terpukau melihat pohon beringin. Baginya, pohon beringin itu adalah seekor gajah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak: Setelah 3 Kota, Elizabeth D.Inandiak Perkenalkan 'Babad Ngalor Ngidul' di Jakarta
![]() |
Usai perilisan buku 'Beringin Putih', suara-suara di kepalanya menuntun Eli untuk menulis lagi sebuah buku. "Tapi tenaga saya habis dengan membantu warga karena peristiwa gempa bumi dan letusan Gunung Merapi. Saya merasa mitos lor dan kidul itu benar adanya, ketika di gunung ada aksi, di laut begitu pula," tutur pengarang 'Centhini: Les chants de l'île à dormir debout' yang mengantarnya meraih penghargaan dari Association des Ecrivains de Langue Française (2004) itu.
Perjalanan Eli tak habis sampai di situ. Dia merasa harus mengerjakan kembali apa yang telah dimulainya. Babad yang juga berarti hikayat diartikan sebagai sebuah dongeng dari masa dahulu kala. Dia menjelaskan, kata 'babad' sengaja dipilih sebagai judul buku yang menceritakan kisah dua dusun di lereng Merapi yang katanya tak punya sejarah.
"Babad ini saya persembahkan kepada warga Dusun Bebekan dan Dusun Kinahrejo. Mengapa? Karena saat saya tanyakan bagaimana sejarah nenek moyangnya sehingga bisa menempati kawasan lor dan kidul. Mereka hanya menjawab, tidak punya sejarah," tandas Eli.
Sedangkan kata 'ngalor ngidul' yang berarti tak tentu arah, kata Eli, merupakan metafora untuk sebuah percakapan lama yang terlupakan oleh masyarakat. Satu per satu peristiwa di dua dusun serta di Gunung Merapi dan Laut Selatan dicatatkan Eli. Sampai pada 2010, awan panas atau "wedhus gembel" meluluhlantahkan dua dusun itu. "Bukan letusan Merapi," tandasnya.
"Mitosnya tak bertahan dan ternyata Merapi jauh lebih tua dan punya daya ingat yang lebih panjang dari Mitos Batu Gajah dan Beringin Putih," tambah dia.
'Babad Ngalor Ngidul' dipersembahkan Eli kepada warga dua dusun yang masih bertahan di kawasan tersebut sampai sekarang. Novel yang juga diterjemahkan dalam bahasa Prancis 'Tohu-bohu' ini sudah beredar di toko buku dengan harga Rp 50.000.
(tia/mmu)