Setelah 3 Kota, Elizabeth D.Inandiak Perkenalkan 'Babad Ngalor Ngidul' di Jakarta

Setelah 3 Kota, Elizabeth D.Inandiak Perkenalkan 'Babad Ngalor Ngidul' di Jakarta

Tia Agnes - detikHot
Senin, 06 Jun 2016 08:15 WIB
Foto: Tia Agnes/ detikHOT
Jakarta - Elizabeth D.Inandiak dikenal sebagai pengarang asal Prancis yang mampu menulis ulang lembaran karya sastra Jawa klasik 'Serat Centhini' dalam bentuk sebuah novel. Setelah tiga kota, perempuan yang akrab disapa Eli itu memperkenalkan novel terbarunya 'Babad Ngalor Ngidul' di ajang Printemps Francais 2016.

Novel yang terinspirasi dari mitos lor (Gunung Merapi) dan kidul (Laut Selatan) itu diterbitkan oleh Penerbit Kepustakaan Gramedia Populer (KPG). Perhelatan yang diisi dengan bincang-bincang dan pembacaan novel itu pertama hadir di festival Makassar International Writers Festival (MIWF) pada 19-21 Mei lalu. Pada 1 Juni, acara juga digelar di auditorium IFI Yogyakarta, dan dua hari kemudian di Selasar Sunaryo, Bandung.

Hadir di IFI Jakarta, Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Prancis di Indonesia, Didier Vuillecot, mengatakan pertemuan pekan sastra ketiga di IFI kali ini menampilkan Elizabeth D.Inandiak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Februari lalu ada Eka Kurniawan yang menjelaskan tentang novelnya yang mendunia. Hari ini, setelah 20 tahun menulis mitologi Jawa di Pulau Jawa, kami membawakan Elizabeth D.Inandiak. Di sampul buku ada simbol beberapa orang yang diceritakan Elizabeth dan kita akan mendiskusikannya," ujarnya saat memberikan sambutan di Auditorium IFI Jakarta, akhir pekan lalu.



Tiba ke Indonesia 25 tahun yang lalu sebagai seorang jurnalis, Elizabeth D.Inandiak merupakan perempuan berkewarganegaraan Prancis tapi berjiwa Indonesia. Ketertarikannya pada karya sastra pujangga Jawa Centhini berawal dari membaca disertasi doktor di Universitas Sorbonne, Paris, yang ditulis oleh Menteri Agama RI pertama, Mohammad Rasyidi, yang berjudul 'Critique et Consideration du Livre Centhini' (Kritik dan Pemikiran atas Serat Centhini).

Dia pun mendapatkan dukungan Duta Besar Prancis untuk Indonesia Thierry de Beauce (1996) untuk membiayai saduran mahakarya yang terancam punah tersebut. Karyanya Centhini: Les chants de l'île à dormir debout setebal 500 halaman mengantarnya meraih penghargaan dari Association des Ecrivains de Langue Française (2004). Atas dedikasi di bidang sastra dan duta persahabatan Indonesia-Prancis, Eli menerima medali kehormatan Chevalier de la Légion d'Honneur dari Kementerian Kebudayaan dan Komunikasi yang diwakili Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corrine Breuzé, pada 2 September 2014.

Di novel terbarunya 'Babad Ngalor Ngidul' atau dalam bahasa Prancis diartikan 'Tohu Bohu', Eli menjelaskan bahwa buku ini sebenarnya berawal dari cerita Pohon Gajah yang ditulis di bulan Juni 1991, untuk menyambut kelahiran anaknya. Cerita ini pun berkembang sejak terjadinya letusan gunung Merapi di Jogja pada 2006.

"Buku ini membawa kita ke sepuluh tahun silam, Mei 2006, ketika gempa menimpa Jogja bagian selatan sampai saat terakhir Si Juru Kunci Merapi. Letusan gunung Merapi itu kita namakan "bencana alam". Padahal itu tak lain adalah percakapan lama yang terlupakan (ngalor-ngidul) antara apa yang berada di utara (lor) dan apa yang berada di selatan (kidul), yaitu antara Laut Selatan dan Gunung Merapi," kata Elizabeth mengenai bukunya.

Simak artikel berikutnya tentang 'Babad Ngalor Ngidul'!

(tia/tia)

Hide Ads