Apa yang kamu rasakan ketika kehilangan seseorang terdekat setelah 10 tahun lamanya? Setiap kali melihat laut, Stella Wenny akan terkenang lagi berbagai momen bersama ibunya yang meninggal dunia satu dekade lalu. Dia masih terbayang kenangan saat melarung abu miliknya ibunya ke laut.
Wasiat terakhir ibunya di ambang kematian kala itu jadi momen yang paling diingat. "Ketika keluarganya ingin mengenangnya bertahun-tahun kemudian, mereka bisa mengunjungi laut di manapun dan terhubung dengannya lagi," kata Stella ketika diwawancarai detikcom di galeri seni Art Agenda Jakarta, di Wisma Geha, Jalan Timor No 25, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Setelah jenazah ibunya dikremasi lalu abunya dilarung, Stella melihat laut bukan sekadar tempat biasa. Laut menjadi tempat bagi orang yang dicintainya berpulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat satu peristiwa tersebut, Stella Wenny yang menjadi kurator pameran menggandeng 8 seniman lainnya untuk berkolaborasi. Pameran seni Elegi Buih yang dibuka hingga 30 September, menampilkan aneka rupa karya seni yang memiliki benang merah bagaimana air dapat menyatukan mereka dan berbagi duka yang sama.
"Berangkat dari peristiwa itu, saya merasa laut masih menghubungkan kita. Saya merasa pasti nggak sendiri nih, orang-orang yang merayakan duka lewat caranya masing-masing," katanya.
![]() |
Ada 8 seniman yang berpartisipasi merayakan pameran seni Elegi Buih. Mereka adalah Alexandra Karyn, Irene Febry, Kurt D. Peterson, Mutiara Riswari, Olen Riyanto, Rega Ayundya Putri, Wanti Amelia, dan Yohan Liliyani.
Lewat karya site-specific berjudul Memory is a flowering ripple in the water (2023), Alexandra Karyn membuat video berdurasi 9 menit dengan tempo lambat tentang perjalanan melarung ke laut tentang rasa kehilangan dan merindukan seseorang.
Di sisi lainnya, ada 6 karya seni kolase menggunakan media kertas dupa dan uang kertas karya perupa Irene Febry yang merefleksikan perbedaan antara emosinya yang belum dan setelah stabil dengan visual bergelombang.
Karya seni lainnya adalah ciptaan Rega Ayundya Putri yang membuat beberapa simbol spesies ikan yang bermutasi di Sungai Ciliwung dan Citarum. "Pengunjung boleh nuang air dengan wadah kecil ini. Karya Rega menunjukkan seberapa kecil air pun bisa berpengaruh kepada kita," ungkapnya lagi.
Di pojok ruang Art Agenda Jakarta, ada karya seni instalasi puluhan guling yang disusun berkelindan dan dijahit oleh sang seniman namun satu yang hanya ditaruh begitu saja. Karya seni instalasi ciptaan Olen Riyanto itu berjudul Live, Die, Double Happiness (2023).
![]() |
Menurut keterangan Stella, Olen membuat obyek guling seperti sebuah jembatan untuk menuju alam lain. Di balik itu semua, simbol guling adalah rasa kesepian dan kerinduan orang Belanda saat merindukan istrinya. Dia menceritakan di masa lampau, dalam sejarahnya guling ini diciptakan oleh penjajah asal Belanda yang datang ke Nusantara saat itu, tidak membawa istrinya.
"Medium ini memang agak berbeda karena Olen mau menunjukkan perspektif lain dalam berduka. Guling ini diciptakan untuk dipeluk di masanya, jadi memang tentang merindukan dan kehilangan. Alasan lainnya dari sang seniman memakai guling dengan corak seperti itu karena di guling ada pattern karakter Mandarin, yang artinya double happiness atau kebahagiaan ganda," kata Stella.
Lewat pameran seni Elegi Buih, Stella ingin pengunjung yang datang tidak merasa sendiri. "Duka itu nggak apa-apa, asal jangan denial. Diterima dengan lapang, di pameran ini kami mau mengenalkan ada berbagai medium untuk menggambarkan kisah duka," tukasnya.
(tia/wes)