Nindityo Adipurnomo bukan sembarang nama di kancah seni rupa Indonesia. Bersama istrinya, Mella Jaarsma, mereka mendirikan Rumah Seni Cemeti di Yogyakarta dan didaulat menjadi pusat seni rupa kontemporer sejak 31 Januari 1988.
Akhir pekan lalu, pameran tunggal Nindityo Adipurnomo resmi dibuka di D'Gallerie, kawasan Kramat Pela, Jakarta Selatan. Ini adalah eksibisi perdana usai pandemi mewabah sejak tiga tahun lalu. Nindityo Adipurnomo seakan memberitahu para pencinta seni, karya dan proses berkaryanya turut terdampak pandemi.
"Saat pandemi banyak pihak yang kena dampak termasuk para seniman. Tapi Nindityo Adipurnomo berhasil menginternalisasi dari masa pandemi tersebut," ungkap kurator pameran Mira Asriningtyas ketika diwawancara detikcom, belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mira bersama suaminya Dito Yuwono yang keduanya juga diketahui sebagai pendiri LIR Space menuturkan pameran tunggal bertajuk Rhinolophus Sinicus merupakan seri karya terbaru yang merekam jejak pandemi di masa lampau.
"Pengamatan Nindityo terhadap gestur kehidupan sehari-hari selama pandemi dimulai dari relasi personal masyarakat dengan masker dan kebebasan mereka dalam memakainya," tambah Mira dan Dito.
![]() |
Di bagian awal pintu masuk pameran, masker berwarna-warni yang berada di atas kanvas menjadi pembuka. Melalui Suara Masker (2021) pencinta seni diajak untuk bertualang menyelami aneka pemikiran Nindityo Adipurnomo kala pandemi.
Di bagian kanan ada video art Rhinolophus Sinicus dan simbol konde di bagian mulut. Konde yang selama ini menjadi ciri khasnya dalam berkarya dibuat bak masker yang dipakai sehari-hari ketika pandemi.
Tak berhenti sampai di situ saja, Nindityo Adipurnomo juga menampilkan teknik gouache dengan tinta, akrilik atau arang di atas kertas yang berjudul Celah dalam Jargon 'Work from Home' (2021). Ada juga karya seni instalasi Lenguh Para Fasis (2021-2022) yang terdiri dari empat toa pelantang suara yang ujungnya disumbat jahitan masker.
"Bagi saya, toa ini adalah simbol yang secara tidak langsung sebagai suara-suara yang berseliweran saat pandemi," tambah seniman yang akrab disapa Nindit.
Sementara itu, Nindityo juga prihatin terhadap ketidaksetaraan gender. Seri lukisan berjudul Pandemi dan Karangan Bunga Perempuan #1 & #2" (2022) dan Pandemi dan Piala untuk Lelaki (Karangan Bunga Lelaki) (2022). Setelah merenungkan konsumsi besar-besaran atas produk kebersihan pribadi, Nindityo mulai merefleksikan gerak-gerik dan kebiasaan para pemakai masker menurut gender mereka. Dua seri karya, Rubel Dollar Euro #1 & #2 (2022) masih berkutat pada maskulinitas dan krisis yang pada akhirnya berujung pada perang.
Pameran tunggal Nindityo Adipurnomo berlangsung 30 Juni 2023.
(tia/dar)