Dunia street art Tanah Air turut terdampak dan terkena imbasnya karena pandemi COVID-19. Sejak awal 2019, para seniman tidak bisa menyelenggarakan pameran seni secara offline atau festival mural dan street art di berbagai tempat.
Hal itu turut dirasakan oleh seniman mural dan street art Indonesia, salah satunya kolektif asal Jakarta, Gardu House.
"Dua tahun vakum karena pandemi, teman-teman seniman street art di daerah bikin festival seni juga," tutur seniman visual Kenly atau akrab disapa KOMA saat diwawancarai di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenly menceritakan ada tiga festival mural dan street art yang dibuat. Di antaranya adalah Medan Street Art yang bekerja sama dengan Walikota Medan, Tenggara Festival di Sumatera Barat, dan Karanganyar Festival di Solo yang juga bekerja sama dengan seniman kolektif se-Jawa Tengah.
"Yang lebih menariknya ketika ternyata festival mural dan street art yang kami bikin di Jakarta ternyata menginspirasi orang-orang untuk buat ya. Seniman lainnya mau berkembang juga, jadi blueprint memang sudah ada," ucap Kenly.
Menurut keterangan Art Director Gardu House, Bima Chris, seniman dari ranah street art dan mural punya kultur guyub. Meski pernah menggelar event secara online yang bertajuk Pandemicute, tetap saja pencinta seni lebih menyukai festival secara tatap muka.
"Kami pernah buat acara virtual, online, dan hampir semua karya soldout. Itu terjadi di 2020, kita evaluasi lagi antusiasnya tinggi tapi tetap saja esensi grafiti itu kan offline," terang Bima Chris.
"Makin ke sini, kita melihat audiens seni itu merasa menikmati seni itu harus offline. Banyak yang memilih seperti itu," tambahnya lagi.
Di masa new normal dan pasca pandemi, apakah festival dan acara street art bakal kembali bergeliat?
"Ke depannya masih belum tahu yah, kita kan berangkat dari pengalaman mencoret-coret di tembok jadi sesuatu yang lebih premium. Berusaha menampilkan karya seni yang proper untuk brand dan bisa dinikmati dengan enak," pungkasnya.
(tia/wes)