Tahun ini menjadi momentum berharga bagi Indonesian Dance Festival. Merayakan momentum yang ke-30, festival seni tari kontemporer tertua di Indonesia kini merayakan keberagaman rasa dalam berbagai praktik seni dan konteks sosial-budaya.
Dibuka sejak 22 Oktober dan berlangsung hingga akhir pekan ini, IDF edisi 2022 menampilkan 7 pertunjukan malam, 6 pertunjukan Kampana, 8 workshop, dan 4 bincang tari. Serta pameran arsip Vasana Tari IDF bertajuk Hantu Koreografi: Membaca Tubuh Tari, Identitas, Ruang di Sepanjang Perjalanan 30 Tahun IDF.
Direktur IDF, Ratri Anindyajati mengatakan edisi tahun ini merupakan apresiasi untuk para pendiri festival yang sudah 30 tahun menjalankan misi IDF sebagai platform berkarya, bertumbuh, dan tampil untuk koreografer Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di saat yang bersamaan, IDF 2022 adalah sebuah momen untuk terus mendekatkan festival dan kegiatan tari ke publik luas, baik di Indonesia maupun dalam taraf internasional. Sungguh sebuah kehormatan sekaligus tantangan untuk mendapat kesempatan memimpin tim kerja festival," ungkap Ratri.
Para seniman yang menampilkan karya mereka dalam program Pertunjukan Malam adalah Hari Ghulur (Surabaya/Madura), Angela Goh (Australia), Pichet Klunchun Dance Company (Thailand), dan Mella Jaarsma (Yogyakarta/Belanda). Dalam pertunjukan Kampana, 6 seniman yang telah berproses kreatif bersama tim kurator IDF sejak Mei lalu akan menampilkan karya mereka, termasuk M. Safrizal (DekJall, Aceh Besar), Eka Wahyuni (Berau/Yogyakarta), dan Jared Luna (Filipina).
![]() |
Ada juga 8 kelas workshop yang dihadirkan sepanjang IDF 2022. Beberapa di antaranya adalah pelatihan teknik bernapas untuk penari bersama Arco Renz (koreografer dan dramaturg dari Belgia/Jerman), sistem kontrol otot melalui Pilates bersama Ajeng Soelaeman (penari dan pengajar Stott Pilates asal Jakarta), dan juga olah tubuh bersama Siko Setyanto (penari dan koreografer yang tinggal di Jakarta).
Seluruh program festival dirancang bersama oleh tim kurator yang beranggotakan Linda Mayasari (Yogyakarta) sebagai House Curator, serta 4 kurator independen Arco Renz (Belgia/Jerman), Hartati (Jakarta), Nia Agustina (Yogyakarta), River Lin (Taiwan/Prancis), dan didampingi oleh Sal Murgiyanto (Yogyakarta) sebagai penasihat kuratorial. Proses kurasi ini juga melibatkan tim pengarah dan direktur festival yang mengeksekusi program dalam kolaborasi dengan komite festival.
Linda Mayasari, House Curator, mengatakan proses kuratorial kolaboratif ini terbilang panjang dan melibatkan beberapa ahli dalam menggodok tema lalu membuat kerangka program festival untuk memastikan keberagaman perspektif.
"Kami telah melewati proses panjang dan melibatkan beberapa ahli dalam menggodok tema festival. Kami berharap program-program yang dihadirkan IDF dapat melahirkan "rasa-rasa baru" dari pertemuan, dialog, dan pertukaran yang terjadi selama festival," tukasnya.
(tia/wes)