Scholastica W Pribadi, Srikandi Pejuang Kesenian Tari Lokal

#77PortraitAnakBangsa

Scholastica W Pribadi, Srikandi Pejuang Kesenian Tari Lokal

Atta Kharisma - detikHot
Rabu, 10 Agu 2022 17:21 WIB
Shot on OPPO Reno8 Pro 5G.
Foto: OPPO
Jakarta -

Melestarikan kesenian lokal menjadi tantangan tersendiri. Apalagi, di tengah perkembangan era modern yang penuh dengan inovasi-inovasi yang memikat perhatian para generasi milenial.

Kendati demikian, masih ada segelintir kaum muda yang berupaya mengangkat kesenian lokal ke panggung yang lebih semarak. Lewat pemikirannya yang fresh dan kreatif, para penikmat seni muda ini berusaha membangkitkan kesenian lokal dengan cara baru yang menarik perhatian masyarakat era modern.

Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Scholastica Wahyu Pribadi. Lewat Loka Art Studio yang didirikannya, Scholastica berusaha mempopulerkan seni tari dengan memberi nuansa kontemporer.

Kepada detikcom, perempuan lulusan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) jurusan seni tari ini berbagi kisah perjalanan kariernya serta motivasi yang membuatnya tergerak untuk melestarikan kesenian tari lokal.

1. Boleh ceritakan awal perjalanan karier Anda, bagaimana Anda memulai dan apa tantangan yang Anda hadapi saat memulai karier?

Saya bekerja di seni pertunjukan, itu bermula dari saya yang dari kelas 2 SD suka nari dan tidak berganti keinginan, dari kecil ingin menjadi seorang penari dan mulai mula punya sanggar tari dan mengajar anak-anak menari sejak SMP. Saat kuliah saya masuk jurusan tari, itu menjadi sebuah mimpi saya untuk mempunyai studio tari sebagai koreografer dan bisa keliling dunia.

Itu menjadi awal di mana satu-satunya jalan agar aku bisa keliling dunia itu dengan menguasai tari, dan beneran dengan aku mencoba mengaktualisasi diri dengan belajar tari tradisional, kontemporer, sampai dansa ballroom, itu menjadikan bekal untuk aku memiliki studio seperti sekarang ini.

Dan memang aku bukan dari keluarga yang mampu, aku dari awal belajar sendiri, sama sekali tidak ikut les atau cari sekolah yang mahal, aku belajar hanya melalui TV, tetanggaku. Dulu perjalanan dari rumah ke kota untuk bisa latihan dan melihat pertunjukan itu sekitar satu jam, dan saat itu keuangan keluargaku sangat sulit untuk aku melakukan perjalanan yang sering.

Tapi setiap aku ke tempat itu, aku bertekad agar suatu saat nanti aku bisa berkeliling dunia. Jadi berkeliling dunia itu yang menjadi acuan untukku konsisten untuk belajar tari.

2. Apa yang mendasari Anda untuk memilih karier yang Anda jalani saat ini?

Saya ingin keliling dunia membawa tim untuk bisa saling berkompetisi, sharing, dan berbagi bahwa dunia seni pertunjukan itu mampu membawa perdamaian, humanis, dan mampu membawa sesuatu menjadi lebih baik untuk bekerjasama ataupun saling menghormati dan menghargai. Dengan melalui seni kita juga bisa sadar bahwa kita saling membutuhkan, merasakan kita berbeda, tapi tetap merasakan itu indahnya.

3. Bagaimana momen up and down dalam karier Anda? Dan bagaimana Anda bangkit saat berada di posisi terendah saat itu?

Posisi terendah itu mungkin dari aku kuliah. Aku memulai sebagai koreografer itu tahun 2008 dan aku jadi koreografer untuk sekitar hampir 300 orang. Saat itu aku lulusan SMA diberikan kepercayaan dibanding anak-anak sekolah lulusan SMK kesenian.

Saat itu aku cuma lulusan SMA dan menari pun belum tentu bagus, tetapi aku diberikan kepercayaan itu. Karena waktu itu dicari koreografer yang mampu memimpin.

Nah, di situ aku merasa bahwa itu semangat aku untuk menjadi lebih baik sebagai koreografer. Itu juga yang aku jadikan motivasi untuk berada di industri ini.

Untuk down-nya, seni pertunjukan itu hampir 99% yang sukses memiliki studio dan itu adalah mereka yang punya uang. Sementara di daerah Wonosari, atau di Yogyakarta, seni pertunjukan ini bisa didapat secara gratis atau dibayar murah, nah ini tantangan bagi aku bagaimana aku bisa menghidupi 20 seniman dan 300 siswa yang berada di company-ku untuk tetap jalan.

Dan yang paling down adalah aku tidak bisa mempertahankan itu, kami sempat off selama COVID-19 kemarin karena tidak ada dana dan tidak ada project sama sekali, dan aku tidak mampu membawa mereka sampai ke luar negeri, karena sebelumnya sempat bisa ke luar negeri, sempat bisa membiayai dengan mencari project. Bahkan kami tidak bisa makan, dan kami menjual ayam goreng keliling. Bahkan sampai sekarang pun kami masih berjuang.

Kami masih berharap bahwa seni pertunjukan itu dapat menghidupi seniman-seniman yang ada di tempat kami. Karena seniman di tempat kami 99% adalah orang yang kurang mampu atau mereka yang hidup di keluarga pas-pasan. Sedangkan LOKA atau company yang aku dirikan ini bukan karena aku dari keluarga mampu, tapi karena aku punya kemauan untuk berusaha supaya mereka bisa terus dihidupi dan mereka bisa bekerja.

Akhirnya sekarang mereka mulai bisa mendapatkan uang dari hasil mengajar. Mungkin sekolah tari kami agak mahal, tapi tujuannya adalah agar seniman-seniman yang mengajar mendapatkan dana. Karena sekarang susah sekali untuk mendapatkan dana dari pemerintah atau perusahaan besar, karena tempat kami di Wonosari.

Tapi kami terus berjuang dengan tim yang ada, akhirnya kami dapat investor, dari tim mbak Putri Tanjung yang menjadi investor kami, menjadikan kami semakin bersemangat dalam memberikan kualitas yang lebih lagi. Dan akhirnya kami bisa memiliki studio yang bangunannya adalah milik sendiri.

4. Apa motivasi terbesar Anda dalam menjalani karier? Apa yang membuat Anda bertahan hingga berada di posisi sekarang?

Motivasi terbesar aku adalah tidak selamanya orang yang mengelola seni adalah orang dengan uang banyak. Semua orang, anak muda, juga punya kesempatan.

Dan aku mencoba untuk mempertahankan bahwa memulai studio tari itu bisa dari 0. Dari orang yang tidak punya koneksi siapapun, orang yang tidak kenal siapapun, bahkan dari desa seperti aku, aku ingin membuktikan bahwa semua orang bisa punya kesempatan yang sama.

Walaupun aku mengelola LOKA Art sudah 10 tahun, tapi ini sangat berat. Karena dari aku yang tidak punya koneksi siapapun yang bisa aku titipkan. Jadi aku berjuang untuk pitching kesana-sini untuk menawarkan tentang LOKA Art.

Aku masih bertahan karena ini adalah masterpiece-ku, jadi ketika aku sudah tua ataupun sudah tidak ada, aku tetap punya LOKA Art.

5. Apa impian terbesar yang ingin Anda wujudkan? Jika ada yang belum terwujud, bagaimana langkah-langkah Anda dalam mewujudkannya?

Impian terbesarku adalah aku benar-benar punya company yang membawahi banyak seniman, seni pertunjukan, baik itu tradisional, ballroom, atau apapun itu yang ada di Wonosari atau daerah-daerah terpencil di daerah kabupaten lainnya. Kita punya banyak cabang sehingga memberikan banyak kesempatan, baik company maupun yayasan yang aku dirikan untuk bisa saling bekerjasama dengan memiliki manajemen yang mengelola seni pertunjukan yang lebih tertata, lebih bagus.

Mungkin jika dibandingkan dengan drama musical yang ada di luar negeri mereka lebih rapi dan tertata. Tapi kita bisa membuat ini tertata secara legalitas, secara karya, dokumentasi, karena banyak harta kekayaan yang kita miliki itu tidak dalam bentuk benda, tapi intelektual. Di mana karya ini harus didokumentasikan sebelum ada orang lain yang mendokumentasikan atau menguasai.

Maka impian terbesarku adalah aku punya yayasan dan juga lembaga riset pendidikan dan juga mengelola seniman, pekerja seni untuk memiliki kualitas dan integritas, mengembangkan industri seni kreatif pertunjukan.

6. Ceritakan pengalaman paling berkesan/berharga dalam menjalani karier Anda?

Pengalaman paling berkesan adalah pada tahun 2016 aku punya mitra kerja, dan mitra kerjaku itu hanya datang manajemen, dan itu mungkin yang paling besar. Banyak yang bekerja di LOKA hanya sekedar ingin tahu soal bagaimana kita mendapatkan project kemudian dia keluar dan mereka mempunyai studio sendiri dengan model usaha yang hampir mirip dengan kami.

Tapi itu buatku bukan suatu halangan, tapi menjadi sebuah tantangan, bahwa LOKA Art bisa berguna buat mereka dan mereka punya usaha yang sama dengan LOKA.

Tapi di tahun 2018 ada titik di mana aku punya partner yang mengaku perusahaan ini adalah miliknya. Dia mengecam kami bahwa tidak akan berhasil, dan dia menghujat kami dengan mengatakan bahwa studio kami adalah studio yang komersil. Di tahun itu juga kami tidak sanggup membayar kontrakan karena kontrakannya terlalu mahal, dari harga sewa awal itu dinaikkan 2x lipat.

Itu adalah momen terberat kami. Bahkan partner kami pada saat itu mengatakan bahwa kami tidak akan punya bangunan, tidak akan punya tanah, tidak akan pernah ramai. Dan banyak yang bilang bahwa LOKA Art itu sistemnya terlalu komersil. Padahal dengan sistem yang ada, banyak seniman yang tertolong dan mereka mendapat gaji di LOKA Art.

Tetapi konsekuensinya adalah kita harus meminta bayaran dari setiap kelas yang masuk, karena kelas yang masuk ke kami harus berbayar. Memang lebih mahal, tetapi dengan mereka membayar rata-rata sekitar Rp 15.000 sampai dengan Rp 50.000, waktu itu untuk kelas private bagi mereka terlalu mahal. Tetapi lambat laun ternyata hingga harganya Rp 75.000 sampai Rp 150.000 untuk kelas master banyak sekali yang ikutan.

Dan mereka tahu perbedaan kelas yang gratis yang diadakan oleh instansi lain dengan kelas berbayar, mereka mampu mendapatkan prestasi dari yang kami kelola. Sehingga dengan regulasi yang ada, kami tidak menyangka kami menaikkan iuran kelasnya menjadi lebih mahal dan prestasi anak-anak kami bisa sampai tingkat nasional.

Itu adalah pengalaman yang membanggakan. Bahkan sampai saat ini kami punya gedung sendiri, bahkan mbak Putri Tanjung berkenan menjadi investor kami, Pak Nico sebagai CEO BRI Venture dan Bu Neneng sebagai CEO Grab juga menjadi investor kami. Itu adalah pengalaman besar buat kami.

Sehingga akhirnya kami bersemangat untuk mencari dana-dana lain untuk membuat bangunan dan lainnya. Sehingga pertolongan mereka bisa membuat kami yakin untuk bisa mempunyai studio dan yakin bahwa industri seni pertunjukan yang memang ketika diatur sesuai dengan waktunya itu akan memiliki hasil yang luar biasa.

Sebagai informasi, foto 77 Potret Anak Bangsa di atas diabadikan oleh kamera OPPO Reno8 Pro 5G 'The Portrait Expert'. Ponsel ini dilengkapi chipset MariSilicon X, memberikan performa AI terbaik dalam mengolah foto maupun video bahkan saat kondisi minim cahaya.

OPPO Reno8 Pro 5G mampu membuat siapapun dapat menghasilkan karya dan mengekspresikan diri tanpa batas melalui teknologi yang dimiliki, desain yang memukau dan performa paling unggul. Kamu juga bisa berpartisipasi dalam kampanye 77 Potret Anak Bangsa di Instagram OPPO Indonesia, kunjungi website resmi OPPO Indonesia untuk informasi lebih lanjut melalui tautan ini.

(fhs/ega)