Pernah Dihujat, Patung Kontroversial Jugun Ianfu Bakal Dipajang Lagi

Pernah Dihujat, Patung Kontroversial Jugun Ianfu Bakal Dipajang Lagi

Tia Agnes - detikHot
Senin, 04 Apr 2022 15:46 WIB
Patung Jugun Ianfu di Jepang
Patung Jugun Ianfu karya seniman asal Korea Selatan yang menuai pro dan kontra bakal dipamerkan lagi di Jepang.Foto: Istimewa
Jakarta -

Sebuah patung yang pernah dihujat dan dikritik habis-habisan saat pameran seni Aichi Triennale pada 2019, kini bakal dipamerkan kembali.

Patung yang menampilkan sosok perempuan Jugun Ianfu itu dibuat oleh duo seniman asal Korea Selatan, Kim Seo Kyung dan Kim Eun-sung. Karya seninya berjudul Patung Gadis Damai.

Jugun Ianfu adalah istilah yang digunakan merujuk kepada perempuan yang melakukan layanan seksual kepada anggota Tentara Jepang selama Perang Dunia kedua. Saat itu, banyak perempuan dari Korea dan seluruh Asia dipaksa menjadi budak seks oleh tentara kekaisaran Jepang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah ini terbilang sensitif di Jepang dan telah menjadi subyek pembahasan selama beberapa dekade terakhir.

Pameran seni di Aichi Triennale dikritik oleh pejabat pemerintah karena dianggap mengkhawatirkan. Patungnya menuai pro dan kontra.

ADVERTISEMENT

Tiga tahun berlalu, kini patung tersebut bakal dipamerkan kembali tahun ini. Panitia pameran pun berusaha untuk memasangnya kembali.

Wakil Komite pameran, Yuka Okamoto, mengatakan lebih dari 200 orang telah mengajukan diri sebagai keamanan pameran dan sukarela untuk menjaga karya tersebut.

"Saya yakin kita bisa menjaga keamanan ruang pameran melalui kekuatan seniman dan publik," katanya.

Usaha penyelenggaraan ini sudah dimulai sejak 2021, namun ide itu tertunda karena kampanye sayap kanan pemerintah. Mereka diduga menyabotase dan mengintimidasi menggunakan kendaraan dan pengeras suara.

Perwakilan dari penyelenggara, Sadaaki Iwasaki, mengatakan pameran kembali diselenggarakan untuk memberikan kesempatan publik berpikir secara bebas.

"Ada banyak topik yang terkesan tidak boleh dibicarakan sampai saat ini di Jepang seperti sistem kekaisaran, pemerintahan kolonial, wanita penghibur militer Jepang, dan nuklir. Masalah kekuasaan ini memaksa masyarakat untuk diam," ungkapnya.

"Setelah invasi ke Ukraina, media di Rusia yang menentang perang menjadi sasaran kontrol. Kita perlu sekali lagi mempertimbangkan pentingnya kebebasan berekspresi," pungkasnya.




(tia/wes)

Hide Ads