Galeri Nasional Indonesia kembali menghadirkan pameran seni rupa kontemporer Indonesia yang bernama Manifesto. Digelar pertama kali sejak 2008, pameran biennale (digelar dua tahunan) yang ke-8 ini bakal diselenggarakan tahun ini.
Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto, mengatakan pameran Manifesto secara rutin sukses diselenggarakan selama 14 tahun setiap dua tahun sekali.
"Pameran seni rupa kontemporer terbesar di Indonesia selalu merespons dan beradaptasi dengan kondisi Indonesia terkini, tak terkecuali pameran kedelapan kali ini," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kurator pameran, Rizki A Zaelani, dalam acara virtual tadi siang mengatakan pameran seni Manifesto tak hanya bicara soal Indonesia yang kerap berhubungan dengan nasionalitas dan lokalitas.
"Sekarang ngomongin soal Indonesia itu bisa dikaitkan dengan dunia, pengaruh global, dan menjadi hal krusial sekarang. Yang lokal dan global menjadi satu. Komitmen menyelenggarakan lagi menjadi penting untuk dibicarakan di masa sekarang," ungkapnya.
Pameran seni Manifesto diselenggarakan perdana pada 2008 saat merayakan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional. Berlanjut ke Manifesto kedua bertajuk Percakapan Masa (2010), Manifesto #3 soal Orde dan Konflik (2012), Manifesto No.4 berjudul Keseharian (2014), MANIFESTO V tentang Arus (2016), Manifesto 6.0 bertajuk Multipolar: Seni Rupa Setelah 20 Tahun Reformasi (2018), dan Manifesto VII Pandemi (2020) yang diselenggarakan dalam format daring.
Di penyelenggaraan Manifesto VIII, Galeri Nasional Indonesia mengundang secara terbuka kepada seniman Tanah Air untuk mengirimkan karya-karyanya. Serta berbagi gagasan artistik untuk menyikapi pertumbuhan Indonesia.
"Jika di tahun 2008, Manifesto melakukan refleksi atas perjalanan seabad Kebangkitan Nasional Indonesia, maka tahun 2022 adalah persoalan tentang visi dan proyeksi kemajuan Indonesia di masa nanti," lanjut Rizki A Zaelani.
Menurut Rizki, perubahan Indonesia kini adalah bagian dari arus perubahan global. Perubahan kehidupan yang berlangsung revolusioner, yang kini diakibatkan oleh kemajuan teknologi informasi dan bio-teknologi hingga membentuk pengalaman serta cara hidup sehari-hari.
"Dalam kemajuan sains, teknologi informasi, semua yang lokal jadi perkara global. Melampaui batasan, itulah yang seharusnya dipikirkan oleh para seniman," tegasnya.
Para seniman bisa mengirimkan karya-karyanya sesuai dengan tema pameran Manifesto yang telah ditetapkan paling telat pada 15 Maret 2022. Galeri Nasional Indonesia akan melakukan proses kurasi dan menentukan pilihan karya-karya yang akan dipamerkan.
Meski begitu, pihak Galeri Nasional Indonesia sudah menyiapkan penyelenggaraan bakal digelar secara hibrida, yakni perpaduan antara online dan offline.
"Karena situasi pandemi yang kita juga belum tahu ke depannya bagaimana, kami siapkan secara daring dan luring," tukasnya.
(tia/wes)