Setelah melalui proses penjurian yang panjang, seniman multimedia Lawrence Lek memenangkan VH Award keempat yang diumumkan pagi tadi. Dia mengalahkan empat seniman lainnya termasuk Syaura Qotrunadha asal Indonesia.
Melalui karya seni berjudul Black Cloud, Lawrence Lek mengeksplorasi dampak geopolitik dari AI serta fokus pada hubungannya dengan seni dan teknologi AI.
Seniman yang tinggal di London itu membuat rendering VR-nya dan membuka pertanyaan tentang apa itu kecerdasan buatan. Khususnya pada sikap masyarakat yang berbeda tentang AI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alat virtual seperti yang terlihat dalam gambar dihasilkan oleh komputer dan permainan komputer dapat memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang mencerminkan beberapa ide arsitektur utopis," kata Lawrence Lek dalam keterangan pers yang diterima detikcom.
Dia mengatakan menikmati kebebasan yang ditawarkan di dalam ruang virtual tersebut.
"Karena tidak dibatasi oleh pertimbangan finansial atau politik yang sama dalam menciptakan arsitektur di kehidupan nyata," sambungnya.
Dengan menggunakan perangkat lunak game dan alat animasi citra yang dihasilkan komputer, dia mencipakan penggabungan antara karya seni dan skenario fiksi.
![]() |
"Lawrence Lek adalah seniman yang berbasis di Inggris dan keturunan Tionghoa-Malaysia, semua finalis berpartisipasi dalam program residensi online yang diselenggarakan oleh Eyebeam, pusat seni dan teknologi yang berbasis di kota New York," kata Direktur Seni Hyundai Motor, DooEun Choi, dari salah satu tim dewan juri.
Penghargaan seni yang keempat kalinya digelar itu diprakarsai oleh Hyundai Motor Group sejak 2016. Anugerah ini didedikasikan untuk menemukan dan mengembangkan seniman media baru yang berbagi eksperimen artistik dan memajang karyanya di seluruh platform global.
Sepanjang enam tahun belakangan, VH Award berkontribusi pada pertumbuhan seniman media Korea dan dunia lewat program residensi dan penghargaan seni.
Selain Lawrence Lek yang memenangkan penghargaan, ada seniman Indonesia yang juga masuk nominasi.
Dia membuat karya seni berjudul Fluiditas Mesin Masa Depan yakni video kolase yang terdiri dari footage dan arsip visual yang disajikan dengan performatif. Ia mengeksplorasi hubungan antara air dan migrasi makhluk hidup, dan masa depan manusia.
(tia/dal)