Yogyakarta -
Usianya memang masih belia, tetapi kecintaannya terhadap dunia pewayangan melebihi anak-anak sebayanya. Ia bahkan berhasil mendulang prestasi dari kesenian tradisional itu dan bercita-cita menjadi dalang profesional seperti almarhum Ki Seno Nugroho.
Ia adalah Djanggan Purbo Djati (13). Dijuluki dalang cilik berprestasi, Djanggan kerap menjadi jawara dalam setiap perlombaan mendalang baik itu untuk wayang kulit maupun wayang golek. Sudah tak terhitung berapa piala dan piagam penghargaan yang telah diraih anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Muhammad Yasin dan Ngatiyem ini.
Terbaru Djanggan berhasil menjuarai lomba dalang tingkat DIY pada 2021, dan berkesempatan mewakili Bumi Mataram untuk berkancah di festival dalang tingkat nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemarin dapat informasi, disuruh latihan terus untuk lomba di provinsi, Alhamdulillah dapat juara 1, langsung ke nasional," ucap Djanggan saat ditemui di rumahnya di Dusun Nglotak, Kalurahan Kaliagung, Kapanewon Sentolo, Kulon Progo, DIY, Jumat (5/11/2021).
Selain mengikuti lomba, penyuka tokoh Gatotkaca ini juga pernah ikut dalam program wayang masuk sekolah yang digelar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan setempat. Ia juga rutin mementaskan wayang dalam kegiatan merti desa maupun saat perayaan Kemerdekaan Indonesia yang digelar baik oleh kalurahan setempat atau Pemkab Kulon Progo.
Terkadang, bocah yang sekarang duduk di kelas 1 SMP ini juga ditanggap secara perseorangan, seperti untuk mengisi acara hajatan. Soal bayaran, Djanggan tak mematok tarif. "Tidak ada tarif, seikhlasnya aja," ucapnya.
Kenal Wayang Sejak Usia 2 Tahun
 Djanggan Purbo Djati, Dalang Cilik Berprestasi asal Kulon Progo Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikcom |
Ada pepatah bilang, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Bakat anak biasannya muncul karena orang tuanya. Namun untuk Djanggan, pepatah itu nampaknya tak berlaku. Sebab keahliannya memainkan wayang bukan berasal dari orang tua maupun leluhurnya.
Hal itu diungkapkan oleh ayah Djanggan, Muhammad Yasin. Ia mengatakan bahwa tak ada satupun di keluarganya yang memiliki bakat seni mendalang.
"Memang tidak ada. Bapak saya itu dulu kaum rohis di dusun. Simbah saya juga petani biasa. Saya sendiri juga enggak ngerti wayang. Sekarang-sekarang aja ini tahu wayang karena Djanggan suka wayang," ucap Yasin.
Tiga kakak Djanggan yang kini sudah mentas dan berkeluarga pun juga demikian. Tak satupun dari mereka menjadi dalang seperti Djanggan. Lantas bagaimana Djanggan bisa memiliki bakat mendalang?
Yasin pun bercerita soal awal mula Djanggan menyukai dunia pewayangan. Semua berawal saat Djanggan masih berusia dua tahun. Secara tak sengaja, Yasin melihat Djanggan menata pecahan genting di teras rumah mereka. Bocah kecil itu kemudian memainkan pecahan tersebut selaiknya seorang dalang yang tengah pentas.
Yasin yang heran dengan kelakuan anaknya kemudian bertanya apa yang sedang ia lakukan. "Dan jawabannya, lagi main wayang," ucap Yasin menirukan kata-kata anaknya saat itu.
Yasin meyakini, di usia itu, Djanggan belum tahu seni wayang. Oleh karena itu, jawaban sang anak sempat membuatnya kaget. Namun itu semua ia biarkan berlalu sampai suatu hari, ia kembali melihat Djanggan bermain dengan dedaunan kering yang dirangkai sedemikian rupa sehingga membentuk wujud wayang.
 Djanggan Purbo Djati, Dalang Cilik Berprestasi asal Kulon Progo Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikcom |
Orang tua menyadari bakat Djanggan... (di halaman selanjutnya)
Momen tersebut menyadarkan Yasin dan istrinya Ngatiyem, bahwa Djanggan memiliki minat terhadap kesenian wayang. Terlebih saat Djanggan telah duduk di bangku Taman kanak-kanak, ia selalu minta dibelikan mainan wayang dari kertas.
"Apalagi kalau pas saya ajak nonton wayang di desa, pasti pinginnya beli wayang, lalu dimainkan di rumah," ucap Yasin.
Karena itu, Yasin berinisiatif mencarikan pelatih dalang untuk anaknya tersebut. Kala itu, Djanggan yang duduk di kelas II SD dicarikan sanggar di Kulon Progo, tapi pencarian tak membuahkan hasil. Kemudian mencari sanggar lain, dan bertemu sanggar khusus dalang bernama Ayodyda. Lokasinya di Dusun Sembungan, Bangunjiwo, Bantul. Selama kurang lebih satu tahun, Djanggan berlatih di sanggar itu.
"Latihannya tiap Sabtu, pulang sekolah saya antar ke Bantul dan pulang maghrib, tapi setahun latihan akhirnya mandek karena saya sendiri sudah capek kalau antar jemput sampai sana," ujar Yasin.
Mandek berlatih di sanggar, Yasin tak ingin bakat anaknya luntur. Ia kemudian membuat tempat khusus berlatih mendalang di salah satu ruangan rumahnya. Ruangan ini berdinding triplek dengan ukuran tiga kali empat meter persegi. Di dalam tempat latian ini, terdapat berbagai peralatan untuk pementasan wayang kulit, mulai dari blencong (lampu minyak), kelir (layar besar), debog (alat untuk menancapkan wayang), kendang dan tentunya tokoh-tokoh pewayangan. Adapula keprek atau kecrek yang digunakan dalang untuk memunculkan suara ketukan keras saat masuk ke adegan pertempuran.
Beberapa tahun kemudian, muncul sanggar khusus dalang cilik di Kulon Progo. Sanggar itu didirikan oleh dalang senior bernama Ki Suranto Hadi Sucipto. Lokasinya di wilayah Sentolo. Di situlah Djanggan mengasah kemampuannya hingga saat ini.
Yasin mengatakan sebagai orang tua, ia akan selalu mendukung langkah anaknya dalam dunia pewayangan. Jika Djanggan ingin menjadikan dalang sebagai profesi utama,maka Yasin memastikan tidak akan melarang keinginan tersebut.
"Boleh-boleh saja, memang saya persilakan apa maunya si anak. Kalau mau jadi dalang yang profesional ya tetap saya dukung," ucap Yasin
Mengidolakan Ki Seno Nugroho, Ingin Wayang Tetap Lestari
 Djanggan Purbo Djati, Dalang Cilik Berprestasi asal Kulon Progo Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikcom |
Djanggan mengaku sangat mengidolakan almarhum Ki Seno Nugroho. Kesukaannya terhadap dalang kondang yang telah berpulang pada 3 November 2020 itu memiliki sejumlah alasan. Paling utama, karena Ki Seno mampu membuat kesenian wayang bisa kembali dikenal luas masyarakat dan disukai lintas usia.
"Idola saya Ki Seno Nugroho, karena beliau itu bisa membuat kesenian wayang disukai anak-anak muda. Saat pentas juga asik ditonton, enggak ngebosenin," ucap Djanggan.
Djanggan pun memiliki harapan besar terhadap dunia pewayangan yang ditetapkan UNESCO sebagai World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity, pada 7 November 2003 di mana momen tersebut kemudian dijadikan Hari Wayang Nasional.
"Untuk wayang semoga tetap lestari dan harus dijaga, karena itu aset bangsa, pokoknya itu harus dilestarikan supaya tidak punah," ucapnya.
"Untuk teman-teman yang seumuran saya, tetap jaga, lestarikan budaya kita. Jadi jangan terpengaruh budaya asing yang belum tentu baik untuk diri kita. Karena budaya kita itu berbudinya lebih luhur, lebih tinggi. Terutama wayang kulit itu pasti mengandung makna-makna tertentu dalam suatu lakon yang bisa kita lakukan di kehidupan sehari-hari," pungkasnya.