Lagi, terobosan untuk menggerakkan ekonomi di masa pandemi COVID-19 kembali digelar. Kali ini menggunakan pendekatan budaya lokal yakni wayang kulit.
Ditayangkan secara virtual pada Sabtu (22/8) malam dengan mengambil lakon Semar Bangun Jagat, tampil dalang dari tiga negara sekaligus lewat aplikasi Zoom dan live streaming YouTube. Acara ini diinisiasi oleh duet Eko Christanto dan Kusbaroto.
"Setelah sukses menggelar acara Senandung Satu Nada Dua Bangsa (12 Juli 2020), ternyata dampaknya luar biasa. Karena acara tersebut dianggap mampu mendongkrak ekonomi, maka kami membuat event lanjutan berupa Pagelaran Wayang Kulit Digi-Virtual, Dalang Tiga Negara ini," kata Eko dalam keterangannya, Minggu (23/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kusbaroto menambahkan, dalang yang tampil adalah Ki Anang Sarwanto (Karanganyar, Indonesia), Ki Matthew Issac Cohen (Connecticut, USA), dan Nyi Cecile Herbault (Prancis). Sedangkan Ki Joko Susilo (New Zealand) sebagai dalang tamu.
"Ki Anang mendalang dari Karanganyar. Sedangkan tiga dalang lainnya akan membawakan cerita virtual dari Zoom. Goal acara ini, bisa melakukan kolaborasi di masa pandemi, menghasilkan sesuatu dengan melibatkan pemangku kepentingan di Indonesia. Karena, menyerah bukan pilihan," kata Toto, sapaan Kusbaroto.
Wayang kulit digital virtual tersebut tidak menggunakan pakeliran. Namun menggunakan LED Screen di belakang dalang. Penonton dibawa ke cerita menggunakan LED.
"Kami berupaya meramu acara tersebut agar hubungan antarnegara semakin baik dan tercipta perdagangan di masa pandemi. Membuat konsep berupa kreativitas seniman diinovasikan dengan teknologi sehingga terjadi proses bisnis yang difasilitasi pemangku kebijakan melalui pendekatan budaya. Mampu mendongkrak perdagangan, komoditi, dan produk UMKM," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya yang dibacakan oleh Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan sosok semar, seperti yang diangkat dalam lakon itu, merupakan 'wong cilik' yang sekaligus anak dewa.
Dia melanjutkan 'wong cilik' dalam diri semar tidak hanya perwujudan lapisan sosial, tetapi golongan masyarakat yang punya nilai keluhuran harkat dan martabat yang tidak boleh dihina.
"Semoga pemirsa wayang kulit ini paham bahwa nilai luhur tidak hanya dilakukan dengan 'tapa brata' (bertapa) di gua-gua sepi, tetapi dengan terjun di dunia nyata. Mari tetap berkarya di tengah keterbatasan karena COVID-19 ini," tutupnya.
(mau/mau)