Nama Marina Abramovic bukan terbilang baru di dunia seni performans. Kelahiran Belgrade, bekas Yugoslavia, pada 1946, ia dikenal sebagai seniman performans perempuan pertama yang fenomenal.
Karyanya pun kerap menuai pro dan kontra bagi pencinta seni. Aktif sebagai seniman lebih dari tiga dekade, Marina melampaui batas antara penampil dan penonton, serta tubuh dengan apa yang ada di dalam pikiran.
Sensasi pertunjukannya beragam, ia pernah menusuk tangannya dengan pisau dan mengiris kulitnya dengan pisau cukur. Marina pun pernah telanjang bulat di atas es selama berjam-jam.
Di video performans terbarunya bersama Microsoft yang melunucrkan HoloLens 2, Marina kembali menuai kontroversi. Ia dituduh menganut satanisme, sama seperti tuduhannya di tahun 2016.
Saat itu, dalam sebuah wawancara Marina membantah sebagai penganut satanisme.
![]() |
"Siapa pun yang membaca buku memoar saya dan mengetahui pekerjaan saya jauh dari satanisme. Pekerjaan saya sebenarnya tentang spiritualitas dan bukan yang lain," tutur Marina, ketika dilansir dari ArtNews.
Ia mengatakan pekerjaan seninya tentang spiritualitas dan bukan hal yang lain. "Saya sudah menjadi seniman sejak begitu lama dan ini hanyalah tuduhan semata dan kesalahpahaman," katanya.
Marina mengklaim praktik seninya melibatkan komunikasi dengan dunia di luar yang 'fana'. Ia kerap pergi mencari sesuatu hal yang menginspirasi dan tak biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam video dokumenternya 'The Space in Between', Marina mengklaim mencari semacam pencerahan dalam setiap aksinya.
Dalam iklan Microsoft, ia menghadirkan karya 'The Life' yang akan dilelang oleh Christie's Los Angeles pada Oktober 2020. Ia tampil sebagai bagian dari realitas campuran.
"Saya percaya bahwa seni masa depan adalah seni tanpa obyek. Ini hanya transmisi energi murni antara penonton dan seniman. Bagi saya, realitas campuran adalah jawaban ini," tutur Marina Abramovic dalam video.
(tia/nu2)