Pemberitaan mengenai Keris Kiai Naga Siluman menjadi perhatian publik Tanah Air. Benda bersejarah yang menjadi saksi bisu saat Belanda ingkar janji kepada Pangeran Diponegoro soal peristiwa Perang Jawa bukanlah satu-satunya pusaka yang pernah dikembalikan.
Ada tongkat Pangeran Diponegoro dan pelana kuda hitam, serta tombak Kyai Rodhan yang pernah dikembalikan. Pada 1975, komite ahli dibentuk di Belanda dan Indonesia untuk mendata dan mentransfer benda-benda budaya yang penting.
Berikut benda-benda pusaka milik Pangeran Diponegoro yang sudah dikembalikan Belanda, seperti dirangkum detikcom:
1. Tongkat Pangeran Diponegoro
![]() |
Tongkat Pangeran Diponegoro yang bernama Kiai Cokro pernah dipamerkan di pameran 'Aku Diponegoro' di Galeri Nasional Indonesia pada 2015 itu pertama kalinya diperlihatkan pada publik. Tongkat itu awalnya juga dirampas Belanda saat penyergapan Diponegoro di daerah Gowong.
Tongkat lalu jatuh ke tangan cucu komandan perempuan pasukan Diponegoro, Nyi Ageng Serang, Pangeran Adipati Notoprojo. Dia dikenal sebagai sekutu politik bagi Hindia Belanda. Dia pula yang membujuk Ali Basya Sentot Prawirodirjo untuk menyerahkan diri pada Belanda pada 16 Oktober 1829.
Adipati Notoprojolah yang menyerahkan Kyai Cokro kepada JC Baud. Tongkat itu diserahkan pada Juli 1834, saat melakukan inspeksi pertama di Jawa Tengah. Saat pembukaan pameran, perwakilan keluarga JC Baud mengembalikannya.
2. Pelana Kuda Hitam
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pelana Kuda Hitam juga dipamerkan di salah satu ruangan dalam pameran seni 'Aku Diponegoro' di Galeri Nasional Indonesia pada 2015. Pelana kuda ini juga salah satu barang yang dirampas Belanda usai Pangeran Diponegoro ditangkap di Pegunungan Gowong.
Setelah dirampas tahun 1829, pelana kuda itu dibawa ke Belanda, diserahkan pada Raja Willem I yang berkuasa 1813-1840. Kemudian, tahun 1968 ada kesepakatan budaya Belanda-Indonesia. Berdasarkan kesepakatan ini akhirnya pelana kuda Diponegoro dikembalikan ke Indonesia oleh Ratu Juliana pada 1978.
3. Tombak Kyai Rodhan
Tombak ini dirampas dengan tanggal yang sama dengan perampasan pelana kuda pada 11 November 1829.
Tombak ini akhirnya dikembalikan ke Indonesia oleh Ratu Juliana tahun 1978, bersamaan dengan pelana kuda. Keduanya kini menjadi koleksi Museum Nasional.
(tia/doc)