Diselenggarakan yang kedua kalinya, Wave of Tomorrow ingin menjadi pionir bagi festival seni berbasis teknologi di Indonesia.
"Ketika membuat festival ini, kita diskusi mau membuat apa, kami mulai mempelajari industri yang berjalan di era ini. Kita melihat kenapa nggak membuat sesuatu yang berbeda dan jadi tren industri seni di masa depan," ujar kurator seni Wave of Tomorrow 2019, Mona Liem, di Gedung The Tribrata, Dharmawangsa, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia dan penyelenggara festival pun berharap bisa menjadi pionir bagi festival seni berbasis teknologi lainnya.
![]() |
"Harapannya ke arah sana. Kami juga ada pertunjukan musik yang dikemas secara teknologi. Kita pengin mengundang dan mengajak penonton untuk melihat karya-karya sekarang ini," lanjutnya.
Tampaknya keinginan kurator dan tim penyelenggara Wave of Tomorrow 2019 untuk naik level terbukti. Seniman Naufal Abshar yang identik dengan seri lukisan 'HAHA' turut mengalami pengalaman yang dihadirkan Wave of Tomorrow 2019 saat malam pembukaan.
Ia menuturkan festival tersebut bisa disejajarkan dengan Ars Electronica Festival yang berlangsung di Austria.
"Secara konsep, kualitas karya, dan kuratorial secara kuratorial ini sudah dianggap internasional banget. Sama seperti Ars Electronica, rasa new media art (seni media baru) di penyelenggaraan yang kedua terasa banget," ujar Naufal kepada detikcom.
Wave of Tomorrow 2019 digelar pada 20-29 Desember 2019 di The Tribrata, Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
(tia/doc)