Saat Gereja Ayam Dijadikan Tempat Seni Pertunjukan

Saat Gereja Ayam Dijadikan Tempat Seni Pertunjukan

Eko Susanto, Eko Susanto - detikHot
Sabtu, 23 Nov 2019 10:45 WIB
2.

Bahasa Daerah untuk Anak-anak Millenial

Saat Gereja Ayam Dijadikan Tempat Seni Pertunjukan
Foto: (Eko Susanto/detikcom)

Menyinggung keberadaan anak-anak sekarang terkait dengan manuskrip Jawa, kata dia, anak-anak sekarang harus diajarkan bahasa daerah dengan tulisannya. Untuk itu, Bahasa Jawa diajarkan mulai dari awal sebagai bahasa, bukan hanya sebagai bahasa percakapan.

"Anak-anak sekarang tinggal dipelajari bahasa daerah, dipelajari dengan tulisannya itu. Kalau kita, penganjaran modern menjauhkan kita dari sana, jadi jangan disalahkan anak didik kita, tapi bagaimana lembaga pendidikan itu menanamkan. Menanamkan itu kan prosesnya banyak, Bahasa Jawa diajarkan mulai dari awal sebagai bahasa, bukan hanya sebagai bahasa percakapan, tapi juga bahasa mengarang," ujarnya.

"Bisa mengarang nggak anak-anak Jawa sekarang dengan Bahasa Jawa, anak Madura dengan Bahasa Madura, kalau bisa, itu baru bisa mempelajari naskah-naskah lama. Kalau naskah lama cuma dipajang begini yang meneliti orang asing, kita dicekoki oleh orang asing karena orang asing itu, mainnya itu, jiwanya itu berbeda dengan mindset kita," tuturnya.

MultiplePage #1
Image Cover *
Image Content *
Caption Foto
Judul *
Deskripsi *
" alt="Saat Gereja Ayam Dijadikan Tempat Seni Pertunjukan" class="p_img_zoomin" />Para pembaca puisi dan sajak serta pengisi acara Seni Pertunjukan dalam BWCF di Gereja Ayam Borobudur berfoto bersama. (foto: Eko Susanto/detikcom)



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbeda pula dengan Godi Suwarna. Ia yang membacakan puisi menggunakan Bahasa Sunda. Sekalian audien yang berbeda, namun para audien bisa memahami puisi yang dibacakan tersebut. Ia membacakan tiga mantra atau puisi antara lain mantra main facebook, mantra membuat status dan mantra mencari kuota.

"Saya bacakan puisi mantra seperti itu kan menyambung dengan milenial dengan adik-adik sini, teman-teman sini bahkan dengan salah satu Bahasa Sunda, tapi komunikatif. Ya mungkin bagaimana caranya bisa menciptakan itu supaya lebih digemari lagi," tuturnya.

"Jadi dengan bahasa mereka, dengan topik-topik mereka, dengan persoalan-persoalan mereka, ya akhirnya bisa nyambung seperti itu. Tadi kan mantra-mantra diluar serius-serius, saya lebih ngambil ke humornya ada, ada kritiknya juga sebetulnya di mantra-mantra itu," tutur Godi.



"Jadi menggelitik mereka itu, jadi cukup tertarik ternyata, pada hal saya Bahasa Sunda, ternyata bisa komunikatif. Ya tentu saja, saya terbiasa baca puisi bukan audiennya orang Sunda, jadi sedemikian rupa saya buat akting, intonasi, bagaimana gitu ya nyambung juga," ujar dia.

Ia juga menyebutkan, jika di Jawa Barat sekarang para generasi milenial mulai belajar membaca huruf Sunda. Huruf Sunda yang dibaca ini kuno.

"Apalagi kalau gurunya kreatif misalnya nulis surat cinta atau apa. Kalau dulu zaman saya senangnya, kita bisa mengirim surat sama pacar, mungkin kalau dibangunkan hal-hal semacam seperti itu mungkin. Atau dibikin game atau apa," ujar dia.



(doc/doc)
Hide Ads