Jakarta -
Pertunjukan mahakarya mendiang WS Rendra 'Panembahan Reso' akan digelar kembali pada 25-26 Januari 2020 di Ciputra Artpreneur Jakarta. Pentas perdana yang berlangsung 34 tahun yang lalu itu mengkritik kekuasaan rezim Orde Baru yang represif terhadap masyarakat.
Produser 'Panembahan Reso', Auri Jaya, menuturkan karya ini masih relevan dengan masa sekarang dan merupakan hasil dari sebuah kesaksian bukan reportase.
"Panembahan Reso adalah kesaksian dari WS Rendra yang seniman ketika dalam posisi yang tidak diuntungkan secara politik," ujar Auri Jaya ketika jumpa pers di Ciputra Artpreneur, kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Sejak dipentaskan pada 26-27 Agustus 1986, menurut Auri, 'Panembahan Reso' menjadi satu-satunya lakon karya WS Rendra yang layak dipentaskan di era perubahan seperti belakangan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini adalah karya yang perannya penghayatan makna. Saya selalu konsultasi dengan Ken Zuraida dan bang Iwan, ada dialog yang tidak bisa diubah karena bukan dari skenario tapi dari pengalaman 'Panembahan Reso'. Dari 7 jam, dipotong jadi 3 jam dan tetap tidak menghilangkan makna yang ada," lanjutnya.
'Panembahan Reso' merefleksikan bagaimana suatu pemerintahan, perebutan kekuasaan yang diraih dengan cara-cara licik dan penuh darah. Demi kekuasaan, anak-istri, saudara, dan sahabat pun dikorbankan.
Disutradarai oleh Hanindawan, lakon 'Panembahan Reso' dimainkan oleh Sha Ine Febriyanti, Whani Darmawan, Ucie Sucita, Sruti Respati, Ruth Marini, Maryam Supraba, Gigok Anugoro, Jamaludin Latif, dan Dimas Danang Suryonegoro.
Sutradara Hanindawan menuturkan di lakon yang ditulis WS Rendra pada 1975 lalu ada 44 bagian. Namun di pementasan terbaru ceritanya dipadatkan menjadi 30 bagian.
"Bukan selalu menghilangkan bagian-bagian tertentu, saya tetap mengambil substansinya. Struktur tidak ada yang hilang. Ibarat sungai, yang saya ambil adalah arus sungainya, supaya saya memperhatikan penonton juga," pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman