Buku setebal 242 halaman membahas seluk beluk pembuatan, perkembangan, serta jaringan bisnis lukisan palsu di Indonesia. Sejak 20 tahun belakangan, lukisan-lukisan para maestro Tanah Air diapresiasi dan digemari kolektor dalam negeri dan mancanegara.
Harga lukisannya pun melonjak naik. Di antaranya karya Raden Saleh, Hendra Gunawan, S.Sudjojono, Lee Man Fong, Le Mayeur sampai Affandi. Buku sebelumnya yang berbahasa Inggris terlebih dahulu terbit dalam cetakan terbatas dan berjudul 'Jejak Lukisan Palsu di Indonesia'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di buku sebelumnya, Syakieb menuturkan harganya lebih mahal dan menyebabkan mahasiswa seni merasa terlalu mahal. "Kita buat bukti baru dengan harga di bawah Rp 100 ribu dengan mutu yang baik dan bisa terjangkau khalayak ramai," ungkapnya.
![]() |
Masalah pemalsuan lukisan di Indonesia dan mancanegara selalu menarik dibahas. Menurut Syakieb, sejak dahulu orang-orang berbicara tentang lukisan palsu tapi tak ada yang menuliskannya.
"Memang ada beberapa artikel di media massa tapi untuk sebuah buku yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya belum ada. Kami berharapnya buku 'Melacak Lukisan Palsu' ini bisa dibaca masyarakat umum," ujar Syakieb Sungkar.
Ketua PPSI, Budi Setiadharma juga menyarankan kepada pihak-pihak yang masih memanjang karya yang diragukan untuk tidak memamerkannya.
"Museum harus menghindari pemajangan atau penggunaan material yang asal-usulnya masih dipertanyakan. Karena hal itu dianggap akan membuka jalan untuk perdagangan yang tidak benar dalam dunia seni," ujar Budi.
Mendampingi momen peluncuran buku, PPSI juga memamerkan karya-karya para maestro yang memiliki banyak murid dan pengikutnya. Seperti Dullah, Adie Smit, Waltee Spies, dan Affandi.
(tia/dal)