'Sang Saka' mungkin bukan sesuatu yang asing untuk bangsa Indonesia. Memiliki nilai yang sangat dalam untuk perjuangan bangsa Indonesia, nilai berharga dari 'Sang Saka' mulai dilupakan oleh generasi penerus bangsa.
Tiga sahabat, Kor, Komer, dan Pati bersemangat mencari harta karun bersama dengan salah satu teman Komer, Dea. Mereka pun mempunyai karakter yang berbeda, nama mereka menjadi simbol.
Kor berasal dari kata korupsi, Komer dari komersil, Dea dari idealis, dan Pati menggambarkan seorang yang apatis. Banyak hal yang terjadi saat empat sahabat itu mencari harta karun yang sebenarnya mereka berempat hanya ingin ikut-ikutan eksis mencarinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Tak mudah bagi sang Veteran pada masa mudanya ikut berjuang melawan penjajah. Semua harus dilakukan penuh keberanian dan optimis. Banyak hal yang dikorbankan oleh pejuang demi mendapatkan sebuah pengakuan dan kebebesan untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Penonton di Bukit Wisata Kiram Martapura, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (6/4/2018) diberikan sajian yang berbeda. Menyentuh anak-anak muda, pagelaran yang dihiasi dengan menari, menyanyi, dan musik itu juga dibuat sangat beragam.
Menggunakan banyak sudut pandang surialis, jangankan menghormati dan menghargai Bangsa. Generasi muda saat ini dicerminkan sebagai anak-anak muda yang hanya mementingkan diri sendiri, pengakuan untuk diri sendiri, dan eksis di depan semua orang guna mendapatkan pengakuan.
Kor, gadis sukses asal Medan selalu memperlihatkan tampilan yang mewah, dan merasa dirinya terhormat karena mempunyai materi berlimpah. Komer, pemuda dengan segudang eksistensi, berswadaya foto di mana saja dan kapan saja memperlihatkan dirinya tidak peduli dengan kondisi sekitar.
Sedangkan Pati, pria tegas dan galak tapi hanya bisa mengkritik saja tanpa ada solusi. Keberadaan Dea, memperlihatkan seorang muda belia yang pandai tapi dikucilkan dan tak dianggap.
![]() |
Sibuk berburu harta karun, masalah dan ketidaksepahaman di antara mereka muncul. Semua yang terjadi dengan Kor, Komer, Dea, dan Pati hingga menemukan harta karun itu memberikan jawaban dan 'menyentil' kelakuan anak muda zaman sekarang hingga mereka tak lagi peduli untuk mengingat bagaimana menghargai dan menjaga Tanah Air.
Dibawa masuk ke dalam dimensi waktu imajiner detik-detik proklamasi, memperlihatkan bagaimana para pejuang berusaha merebut kemerdekaan untuk Indonesia. Gerakan pemuda yang berani dan optimis menjadikan naskah proklamasi dan dibacakan oleh Soekarno.
Sang Saka yang menjadi lambang keberanian rakyat dan pemuda bangsa Indonesia itu bisa berkibar. Kibaran Sang Saka merah Putih menjadi tanda Indonesia merdeka. Itulah yang menjadi harta paling penting untuk kelangsungan bangsa Indonesia.
Sebelum di Bukit Wisata Kiram, lakon Sang Saka sukses dipentaskan oleh Teater Keliling pada tahun 2018 ini di Cirebon berkolaborasi dengan Dewan kesenian Cirebon Kota pada 31 Maret, kemudian 2 April di Pangandaran dengan berkolaborasi dengan Kampung Nusantara, dan 4 April di Karawang bersama Lab Teater Lumbung Karawang.