Wajah patung itu terlihat lebih berotot, bertekstur kasar, dan garang. Seolah-olah seniman yang membuatnya bukan pematung piawai dalam bidang seni patung serta dianggap tak mampu menyelesaikan hasil akhir sebuah karya.
Padahal figur yang keras itu memang merupakan ciri khas dari pematung kelahiran Salatiga, Edhi Sunarso. Patung-patung monumental Edhi memang tidak pernah menampilkan sosok yang halus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Patung-patung Ikon Kota Jakarta |
"Seolah-olah dibilang nggak bisa matung. Itu pasti orang yang nggak tahu ciri khasnya Pak Edhi," lanjut Kuss.
![]() |
Kuss Indarto yang merupakan kurator seni independen asal Yogyakarta itu pernah menyambangi kediaman Edhi di kawasan Kaliurang. Di studionya banyak tersimpan patung-patung yang bertekstur halus. Berbeda dengan karya monumental di ruang publik yang mencerminkan perjuangan.
"Memang Patung Pancoran sampai Selamat Datang citranya keras, dan memang itu tujuannya untuk berani menembus panas, hujan. Itu yang diinginkan Bung Karno," ujar Kuss Indarto.
Dari penggambaran otot hingga pesan nasionalisme yang ada di balik patung pun diakui Kuss Indarto. "Iya, patungnya memang punya pesan nasionalisme sekaligus propaganda dari Bung Karno. Dia mendesain ulang penataan kota Jakarta dan patung jadi acuan awal untuk penataan," pungkasnya.