Pentas 'Balabala' Eko Supriyanto: Tarian Perempuan dari Jailolo

Pentas 'Balabala' Eko Supriyanto: Tarian Perempuan dari Jailolo

Tia Agnes - detikHot
Senin, 07 Nov 2016 16:15 WIB
Foto: Tia Agnes/ detikHOT
Jakarta - Lima penari perempuan asal Jailolo, Halmahera Barat, menari beriringan dengan irama musik yang dikomposisi oleh Nyak Ina Raseuki. Gerakannya perlahan pelan lalu kencang tak beraturan. Terkadang muncul gerakan serupa protes, dialog-dialog beraksen Jailolo seperti gumaman dan obrolan yang tak pernah usai.

Dalam satu babak, ada bagian tangan dari penari yang disimbolkan seperti seseorang, tradisi, adat istiadat, atau juga cermin bagi diri mereka sendiri. 'Tangan' menjadi tempat mengobrol dan hal-hal yang dijalani para perempuan Jailolo setiap harinya.

Penari yang mementaskannya sama sekali bukan berasal dari seorang penari atau pernah mengenyam pendidikan seni tari. Mereka adalah remaja yang sudah lulus dan masih belajar di sekolah putih abu-abu. Selama hampir satu jam lamanya, mereka mementaskan pertunjukan garapan Eko Supriyanto berjudul 'Balabala' (bahasa suku Sahu) yang artinya 'perempuan yang bangkit'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam 'Balabala', Eko Supriyanto dan lima penari membongkar irama dan bentuk tarian perang Cakalele dan Soya-soya yang biasanya digerakkan oleh laki-laki. Eko merekonstruksi lagi batas antara hierarki dalam budaya dan kesenjangan peran laki-laki dan perempuan.

Pentas 'Balabala' Eko Supriyanto: Tarian Perempuan dari JailoloFoto: Tia Agnes/ detikHOT


"Di Halmahera Barat, tarian ini dilakukan oleh laki-laki generasi sesepuh. Ketika dilakukan anak remaja tidak ada kesenjangan lagi, para penari laki-laki kaget mereka mampu menarikannya dengan baik sekali," ujar Eko ditemui usai pementasan di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.

Tarian 'Balabala' berdasarkan sembilan aliran filosofi pencak silat dan peran perempuan di Indonesia. Eko menceritakan ide rekonstruksinya yang sudah dipikirkan risetnya sejak setahun lalu. "Setelah Cry Jailolo yang dimainkan penari pria, sekarang giliran perempuannya. "Ibaratnya sekarang mereka adalah adek-adeknya dari penari pria," terang pria yang akrab disapa Eko Pece ini.

Selama tiga bulan pertama, mereka diharuskan belajar tarian Cakalele dan Soya-soya bersama dengan guru asli di daerahnya. Baru di bulan Januari 2016, kelima penari belajar menari bersama dengan Eko.

"Di sini koreografinya baru jalan," tutur Eko.

Lalu, bagaimana cara dia memilih para penari dari ratusan yang pernah mengikuti pertunjukan tari kolosal?

"Insting aja, saya melihat saat mereka menari. Apakah kira-kira mereka punya kemampuan, disiplin, mau tahu, mau belajar, hapalan gerakannya cepat, dan banyak alasan yang sebenarnya nggak bisa dikategorikan," katanya.

Eko Supriyanto lahir di Kalimantan Selatan dan mulai belajar tarian Jawa dan silat Bima sejak berumur tujuh tahun di Magelang bersama kakeknya yang juga penari. Namanya mencuat ketika disebut-sebut sebagai penari yang ikut mengiringi penyanyi pop Madonna dalam 'Madonna's Drowned World Tour' (2001) ke Eropa dan Amerika Serikat. Dia kerap mengeksplorasi kekayaan budaya dan tradisi berbagai daerah di Indonesia, dan menggubahnya menjadi komposisi yang memukau pecinta tari dunia.

(tia/mmu)

Hide Ads