"Zaman sekarang ini pentas seni pertunjukan kurang menampilkan perasaan, sama seperti di Jakarta lebih mementingkan kepala atau otaknya saja. Dan itu sangat berbahaya. Kalau tubuh bisa mengerti walau dengan latar yang berbeda, kita bisa jadi harmonis," ucap Hiroshi Koike saat jumpa pers di Galeri Cipta III, kompleks TIM, Jakarta Pusat, Selasa (27/9/2016).
Simak: 'Mahabharata Part 3' Hiroshi Koike Bridge Project Digelar di Jakarta
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat bahasa dan gerak tubuh pemain, Hiroshi berharap penonton dapat berkomunikasi dengan jalan ceritanya.
![]() |
"Persoalan human being adalah yang mendasar bagi Mahabharata khususnya ekspresi tubuh. Bahasa sangat sulit dikomunikasikan tapi ekspresi body sangat mudah dikomunikasikan," ujar pendiri kelompok seni pertunjukan 'Pappa Tarahumara'.
Salah seorang pemain, Koyano Tetsuro, yang ikut bermain sejak project pementasan pertama juga menambahkan konsep tersebut yang dipakai di 'Mahabharata'. "Kami juga mengedepankan unsur lokalitas, dengan memasukkan unsur bahasa Indonesia atau bahasa Jawa ketika pentas di Yogyakarta, jadi semuanya berkembang," tutupnya.
Hiroshi Koike Bridge Project berdiri pada Juni 2012 dengan tujuan untuk menciptakan 'jembatan' di antara batas-batas budaya, waktu, dan negara dalam bentuk proyek kesenian yang bertempat di Jepang dan Asia. Tak hanya menggelar pertunjukan, HKBP juga mengadakan workshop, pameran seni, dan melakukan penciptaan media seperti film, fotografi, dan tulisan.
(tia/dar)