Pengungsi yang juga berprofesi sebagai kartunis tersebut bernama Ali, 25 tahun. Dia dikenal dengan nama pena Eaten Fish. Selama tiga tahun, dia tinggal di Pulau Manus dan berjuang dengan gangguan obsesif kompulsif, gangguan stres pasca-trauma, dan serangan panik. Di bawah kebijakan imigrasi Australia, mereka tinggal di kamp dan dianggap tidak layak dimukimkan kembali di Australia.
Penyelenggara penghargaan dari Cartoonists Rights Network International (CRNI) menyatakan karya-karya Ali diakui keberaniannya karena berhasil mendokumentasikan kehidupan di bawah program penahanan lepas pantai Australia. "Eaten Fish mampu mempertahankan gaya kartunnya. Dan mendokumentasikan pelanggaran yang tak terkatakan," ujar Presiden CRNI, Joel Pett, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir dari Reuters, Senin (5/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Advokat Ali, Janet Galbraith, mengatakan penghargaan tersebut sangat berarti bagi Ali. Karya-karyanya telah diterbitkan di The Guardian dan surat kabar lainnya.
![]() |
"Ali melarikan diri dari Iran karena khawatir dengan penganiayaan yang terjadi di negaranya, dan kondisi kesehatannya yang sakit serta membutuhkan bantuan medis spesialis. Ia berniat mencari suaka ke Australia tapi tertahan di Pulau Manus," ungkapnya.
Pulau Manus dibuka pertama kali tahun 2001 seiring kebijakan Australia dan fasilitas ini berperan amat besar dalam kebijakan suaka Australia yang kontroversial. Kamp di Pulau Manus dianggap tidak manusiawi dan terdapat perlakuan kejam yang dilakukan petugas kamp.
Otoritas Australia dan Papua Nugini mengatakan awal bulan ini, Pulau Manus segera ditutup. Sebanyak 800 pengungsi yang tinggal di kamp masih belum jelas nasibnya dan tanggal penutupan belum diumumkan.
(tia/mmu)












































