Pada usianya yang baru menginjak 22 tahun, Gerard Adriaan Heineken (1841-1893) mengambil alih sebuah bisnis bir kecil. Perusahaan baru itu kemudian diberi nama sesuai namanya dan terbangunlah dinasti bir yang kini dikenal di seluruh dunia. Kisah sukses Heineken bisa dilacak kembali dalam sebuah tur “self-guided” bernama “The Heineken Experience”. Selama sekitar 1,5 jam, pengunjung yang telah membayar tiket seharga 17 Euro bisa berkeliling dalam sebuah bangunan berlantai dua yang penuh kejutan.
Kejutan pertama, segera setelah meninggalkan loket pembelian tiket, sebuah lukisan berukuran raksasa membentang akan langsung membentot perhatian dan menghentikan langkah Anda. Itu adalah masterpiece paling terkenal karya pelukis Belanda dari Zaman Keemasan (1600-an), Rembrandt yang berjudul ‘Night Watch’. Mengenai sejarah, kisah dan berbagai tafsir atas lukisan tersebut, Anda bisa meng-googling-nya sendiri. Yang menarik, tokoh-tokoh dalam lukisan tersebut telah berubah. Mereka masing-masing memegang segelas bir!
Bir dan karya seni telah menjadi bagian tak terpisahkan dari industri wisata di Amsterdam. ‘The Heineken Experience’ sendiri bersanding dengan museum-museum besar, seperti Rijkmuseum dan Van Gogh Museum, dalam daftar paket-paket tur yang ditawarkan oleh agen-agen yang membuka kantor cabang di berbagai sudut kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heineken Indonesia tahun ini untuk pertama kalinya mengirimkan finalisnya, Risky Dwi Ardianto (22). Bartender dari Bumi Senyir Hotel, Samarinda itu dijaring dari 77 bartender dari berbagai kota di Tanah Air. Para finalis dari berbagai negara tersebut tiba di Amsterdam, Senin (18/4) untuk kemudian berlaga pada keesokan harinya di sebuah gedung tua bersejarah Stadsschouwbourg di tengah kota.
Sebelum bertanding, mereka diajak tur ke Rijkmuseum dan antara lain “berkenalan” dengan lukisan ‘Night Watch’ dan karya-karya Rembrandt lainnya. Sehingga ketika tiba giliran tur ke ‘The Heineken Experience’ mereka sudah cukup familiar ketika versi plesetannya terpampang di depan mata, menyambut kedatangan mereka. Sekaligus, terjawab sudah bisik-bisik saling tanya yang menyeruak sebelumnya di antara para finalis: mengapa mengawali sebuah kompetisi bartender dengan tur ke museum? Apa tidak terlalu serius?
“Heinekan kalau bikin acara memang serius,” ujar Jessica dari kantor pusat Heineken di Amsterdam kepada detikHOT yang ikut dalam rombongan delegasi dari Indonesia. Jessica sendiri belum lama “ditarik” ke kantor pusat setelah sebelumnya selama 4,5 tahun ia menjadi Brand Manager Heineken Indonesia. Kompetisi bartender di tingkat lokal yang menghasilkan Risky sebagai pemenang merupakan proyek terakhir Jessica di Jakarta.
“Makanya saya cukup emosional dengan kompetisi malam ini, yang akan diikuti oleh Risky” ujarnya sesaat sebelum laga dimulai. Walaupun pada akhirnya Risky dikalahkan oleh finalis asal Malaysia, hal itu tak mengurangi perasaan “excited” pada dirinya atas keikutsertaan wakil dari Heineken Indonesia untuk bertama kalinya di kompetisi global di Amsterdam. Usai laga, Jessica mentraktir Risky di sebuah rumah makan Indonesia tak jauh dari lokasi acara. Hal itu dilakukannya setelah detikHOT nyeletuk bahwa Risky tak bergairah dengan makanan setempat.
Risky yang tampak belum bisa memupus kecewa atas kekalahannya, menyantap soto dengan lahap di ruangan rumah makan yang hangat. Di luar, suhu udara sekitar 8 derajat Celcius. Itu mungkin sama dengan di lereng gunung di Indonesia, cukup bisa membuat ujung-ujung jemari tangan kaku dan mati rasa. Amsterdam baru saja meninggalkan pukul 10 malam, dan itu artinya keriaan babak berikutnya baru saja dimulai, setelah para pelancong siang hari kelelahan menyusuri pusat-pusat perbelanjaan dan keramaian di lorong-lorong kota. Agenda kunjungan lain telah menanti: Red Light District yang legendaris situ.
(mmu/mmu)











































