Turki dan Taiwan misalnya mempunyai lembaga khusus untuk mengurus program bantuan untuk penerjemahan buku. Di Turki, lembaga ini diberi nama Teda. Kementerian Kebudayaan Turki membentuk Teda pada 2006.
"Kini sudah 2.000 buku terjual ke penerbit asing. Sangat membantu peningkatan penjualan lisensi buku kami," kata Suleyildiz, perwakilan Kementerian Kebudayaan Turki kepada detikHOT di gerai Turki, di Bologna Children's Book Fair, Bologna, Italia, Rabu (6/7/2016). Detikhot diundang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meliput langsung Bologna Children's Book Fair.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada dua opsi subsidi, untuk penerjemahan dan publikasi, harus dipilih salah satu," kata Suleyildiz.
Simak: Ketika Shrek dan Putri Fiona Jatuh Cinta di Broadway 'Shrek the Musical'
Suleyildiz menambahkan, subsidi tidak diprioritaskan untuk penerjemahan buku-buku penulis yang suda terkenal di dunia internasional seperti Orhan Pamuk.
Subsidi diberikan selama dua tahun dan setelah buku terjemahan itu diterbitkan. Penerbit asing mengajukan biaya penerjemahan buku serta melampirkan kontrak pembelian hak cipta dengan penerbit Turki.
Setelah buku terbit, penerbit harus mengirimkan 30 kopi bukunya ke Kementerian Kebudayaan Turki. Dana subsidi diberikan setelah buku terjemahan itu diterbitkan.
"Bila dalam 15 hari tidak menyerahkan buku, Kementerian akan mengevaluasi untuk bantuan selanjutnya," kata Suleyildiz.
Taiwan juga memberikan subsidi serupa kepada penerbit asing yang akan menerjemahkan buku-buku mereka. Anggarannya setiap tahun selalu dinaikkan dan cara mendapatkan subsidi itu juga dipermudah.
"Selalu lebih dipermudah. Bisa mendaftar lewat online," kata Wakil Direktur Taipei Book Fair Foundation Michelle Tu kepada detikHot di gerai Taiwan di Bologna Children's Book Fair.
Ketua Komite Buku Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Laura Prinsloo menyatakan Komite Buku Nasional sudah mengusulkan pembentukan program pemberian bantuan untuk penerjemahan buku bagi penerbit asing. Namun sampai sekarang lembaga tersebut belum terwujud.
Laura menjelaskan, masalah utama penjualan lisensi buku Indonesia ke penerbit asing adalah masalah bahasa.
"Buku-buku Indonesia masih sedikit yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Penerbit juga tidak membuat sampel buku dalam bahasa Inggris," jelas Laura.
Laura berharap pemerintah segera membentuk program ini dan merevisi sejumlah aturan yang mempersulit penerjemahan buku Indonesia ke bahasa asing.
(iy/mmu)











































