"Saya mulai bertemu dengan Ben tahun 2008. Sebenarnya sejak larangan Ben masuk ke Indonesia-nya dihapus dari 1999, dia sering ke Indonesia setiap tahun tapi saya baru ketemu di tahun itu pas salah satu asistennya di Cornell meng-email saya," kenang Eka di sela-sela peluncuran 'O' di Gramedia Central Park, Jakarta, Minggu (13/3/2016).
Baca Juga: Tumpengan 'O', Perayaan Novel Terbaru Eka Kurniawan
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah pertemuan pertama, saran itu begitu saja menguap. Saya juga hidup seperti biasanya. Sampai akhirnya Verso Books ingin menterjemahkan buku saya," ujarnya.
Namun, permasalahan berikutnya adalah penerjemah. Eka bersama editornya harus mencari sendiri orang yang akan menerjemahkan novelnya. "Verso dan Ben meminta beberapa sampel dari penerjemah yang saat itu diseleksi. Saya mengirimkan sampelnya ke Ben dan ada yang disetujuinya," tuturnya.
Baca Juga: Elena Ferrante, Si 'Pseudonim' yang Diunggulkan di Man Booker International Prize 2016
Dari situ, pintu penerjemahan karya-karyanya terbuka lebar hingga mengantarkan 'Cantik itu Luka', novel pertamanya, ke dalam 25 bahasa. Disusul kemudian, 'Lelaki Harimau' ke dalam bahasa Inggris, Italia, Korea, Jerman, dan Prancis. Nama Eka pun masuk dalam jajaran sastrawan dunia.
Di tahun 2015, Jurnal Foreign Policy menobatkannya sebagai salah satu dari 100 pemikir paling berpengaruh di dunia, karena berhasil menegaskan posisi Indonesia di peta kesusastraan global. Novel terbarunya 'O' yang berkisah tentang seekor monyet yang ingin menikah dengan kaisar dangdut sudah dapat dibeli di toko buku dengan harga Rp 99.000.
(tia/mmu)