"Kita punya teman-teman, khususnya seniman tato sudah mulai menggali tato tradisional," kata Refi Maskot dalam acara diskusi dan penayangan foto di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta akhir pekan lalu.
"Teman-teman ini mulai mengkaji tato mereka dan mereka kembalikan ke sana," ujarnya.
Rekan-rekan Refi yang sebagian besar adalah seniman tato juga, masuk ke pedalaman Nusantara dan memberi pemahaman tentang pentingnya mengenakan tato purba. Mereka juga menjelaskan makna di baliknya dan membubuhi tubuh para anak muda suku pedalaman dengan tato bermotif purba.
"Akhirnya mereka mau ditato kembali sesuai dengan desain awalnya," papar Refi. Ia menunjukan bukti berupa foto, bahwa anak muda di sana sudah ditato kembali dengan motif warisan leluhur. Sambutan baik diberikan oleh penduduk pedalaman itu, menurut Refi semua orang mau ditato.
"Tapi tidak bisa semua, karena kita juga harus pulang. Dan saya sempat marah juga, menjelaskan kalau ini sebenarnya bukan tradisi kalian," sambungnya.
Bukan tradisi karena menurut Refi, orang Dayak itu dulunya tidak di rumahnya sendiri, dalam arti harus merantau dulu baru kemudian mendapat tato di kawasan Dayak yang lain. Tato ini digunakan sebagai penanda.
Refi dan teman-temannya menjelaskan pada generasi muda di sana bahwa tidak seharunys orang pendatang jadi lebih perduli pada kelestarian dan perkembangan warisan tato. Refi merangkul para rekan dari kalangan seniman tato, agar kajiannya bisa lebih mendalam dibanding jika ia hanya mendokumentasikannya saja.
(ass/mmu)











































