Kisah Permaisuri yang Hendak Dipoligami dan Batik Truntum

Cerita Batik dari Iwet Ramadhan (1)

Kisah Permaisuri yang Hendak Dipoligami dan Batik Truntum

- detikHot
Jumat, 11 Apr 2014 09:17 WIB
Kisah Permaisuri yang Hendak Dipoligami dan Batik Truntum
Salah satu motif trumtum (dok.wikipedia /Astrid Septriana/detikHOT)
Jakarta - Batik pernah menjadi bahan perdebatan sengit antara Indonesia dengan negara tetangga nan masih serumpun pula, Malaysia. Ketika itu Malaysia mengklaim kepemilikan akan kreasi dan budaya batik, sontak warga Indonesia mengamuk.Lepas dari itu, sebuah pertanyaan yang mendasar muncul. Apa kita sebagai warga yang merasa memiliki batik, benar-benar mengenalnya?

Inilah salah satu landasan pikir dari Iwet Ramadhan, MC dan penyiar yang juga memiliki sebuah lini bisnis di bidang fashion bernama Tik Prive. "Saya berusaha memperkenalkan kain Indonesia terutama batik ke anak-anak muda," ujarnya dalam sebuah sesi acara bertajuk 'Cerita Kain Nusantara' di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, (28/3/2014) lalu.

Iwet sendiri mulai tertarik pada batik ketika seorang saudara dekatnya menikah dengan adat Jawa komplit. Iwet melihat bagaimana batik yang digunakan oleh mempelai dan orang tua mempelai itu berbeda-beda. Rasa penasaran pun muncul, dan ayahnya yang berdarah Jawa bertutur kepadanya bahwa tiap motif batik memiliki kandungan makna yang berbeda-beda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak yang tidak tahu bahwa kain Indonesia itu sangat kaya akan filosofi dan sejarah. Saya coba gali lebih dalam mengenai hal-hal yang tidak tampak dari selembar kain tradisional," kata Iwet. Lantas Iwet tak segan membagi pengetahuannya agar orang tak sekadar menggunakannya, tapi juga mengerti makna di baliknya.

Batik pertama yang dibahas Iwet adalah motif Truntum. Konon, motif batik Truntum ini dibuat oleh permaisuri Pakubuwono III, yakni Ratu Beruk. Jika diperhatihan, Trumtum memiliki barisan grafik yang tampak seperti jajaran bintang. Inspirasinya disebutkan oleh Iwet datang dari bintang-bintang yang gemerlap di malam hari.

"Saat itu Ratu Beruk tak bisa memberikan keturunan, maka Pakubuwono III berniat untuk menikahi selirnya. Keputusan Raja saat ini seperti tidak bisa diganggu gugat. Sang Ratu tak bisa berbuat apa-apa dan yang ia lakukan adalah diam sembari menatap bintang, kemudian ia membuat kain ini," ujarnya Iwet Ramadhan.

Kain batik Truntum sendiri biasanya digunakan oleh orang tua dari pengantin. Ini karena dalam batik itu terkandung makna soal cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama semakin terasa subur berkembang atau dalam bahasa Jawa disebut tumaruntum.

"Kain ini tampak sederhana, tapi kalau kita lihat dari dekat, ini presisi dibuatnya. Ada sudut yang sama dan ini yang membuat Raja kembali jatuh cinta dengan Ratunya, kemudian membatalkan pernikahannya dengan selir."

(ass/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads