Suara Dianggap Jelek, Malah Sukses Bikin Studio Dubbing Sendiri

Cerita Di Balik Suara Para Dubber (4)

Suara Dianggap Jelek, Malah Sukses Bikin Studio Dubbing Sendiri

- detikHot
Rabu, 23 Okt 2013 14:02 WIB
Por Tu Amor, telenovela yang pernah diisi suaranya oleh Yohanes.
Jakarta - Ada kalanya seseorang diremehkan. Entah karena profesi maupun status sosial. Tak terkecuali bagi seorang pengisi suara, atau terkenal dengan sebutan dubber.

Yohanes Wibowo pernah mengalami hal itu. Dia bahkan sampai membanting mikrofon dan keluar dari ruang studio karena sebuah dihina. Suaranya dianggap jelek dan tidak pantas mewakili karakter yang diminta.

"Saya pernah satu kali marah di studio. Saat itu saya mau take, masuk ruangan kedap suara, pake headset, tapi ternyata dari ruang sana lupa tutup suara, jadi terdengarlah pembicaraan senior. Kira-kira dia bilang,'Ngapain sih pakai dia (Yohanes). Suaranya enggak pas. Siapa yang pilih sih'," kata pria yang akrab disapa Anes di Lubang Buaya, Jakarta Timur, pekan lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Emosi pria berusia 35 tahun ini langsung bangkit. Puncaknya, dia membanting headset dan mikrofon, lalu keluar ruangan. Saat itu juga Anes memilih mengundurkan diri.

"Saya langsung keluar studio banting pintu lalu saat itu juga mengundurkan diri, tapi ditahan. Salah satu staf minta maaf. Ya sudah ditenangkan," ujarnya.

Pulang ke rumah, pengisi suara Sebastian dalam telenovela 'Por tu Amor' itu merenung dan menenangkan diri. Dia sadar tidak boleh memendam benci, apalagi sakit hati. Perasaan marah pun berubah menjadi motivasi.

Keesokan hari, Anes mulai menata diri. Lebih banyak belajar memperbaiki kualitas suara. Tiap hari datang lebih awal hanya untuk mempelajari naskah serta belajar teknik dubbing.

"Dari situ aku balik enggak membenci, tapi menjadikan motivasi. Tiap jam 8 pagi belajar saking ingin membuktikan bahwa aku punya kualitas, aku mampu jadi dubber yang baik. Proses sukses dan belajar tidak pernah ada yang instan," katanya.

Kemauan untuk belajar itulah yang akan melahirkan sikap pantang menyerah hingga membuat Anes mampu mendirikan studio dubbing sendiri belum lama ini.

Studio yang terletak di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur tersebut tidak terlalu besar. Namun, cukup nyaman dijadikan sebuah tempat produksi.

"Ini saya kontrak bikin studio sendiri sekitar 2009-2010. Saya dibantu teman-teman mengerjakan job macam-macam, mulai dari voice over sampai dubbing," ujar Anes.

Dengan modal mencapai Rp 350 juta, pria yang masih betah melajang ini melengkapi studio dengan berbagai peralatan seperti monitor audio, layar televisi sebagai preview, komputer, mixer, sampai antena pemancar.

"Sistem kerjanya work by online. Redaksi atau klien tinggal kirim skrip, kami kerjakan di sini. Sistem profesional dengan kontrak," katanya.

Anes juga sedang mengembangkan bisnis radio dan produksi rekaman di tempat yang sama. Dari situ, ia mampu menyediakan lahan pekerjaan bagi orang lain.

Namun, ada satu keinginan yang belum tercapai. Suatu saat dia ingin mempunyai gedung studio musik, studio dubbing, dan fasilitas hiburan dengan konsep one stop entertainment.

"Iya cita-citanya sih begitu. Sama ingin mengumpulkan teman-teman dubber dan menghidupkan kembali Persussi (Persatuan Sulih Suara Seluruh Indonesia)," ujar Anes.




(utw/utw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads