Fenomena baru ini dalam pengamatan salah satu pendiri Akademi Samali Beng Rahadian muncul sejak tahun 2014. "Tapi baru booming itu dari 2015 lalu," katanya kepada detikHOT, Jumat (12/2/2016).
Seiring perkembangan saluran-saluran teknologi informasi, anak-anak muda sudah jenuh bermain di jejaring sosial Facebook dan mulai mencari ranah lainnya. Jika bermain di Twitter pun bukanlah jejaring visual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Twitter itu katakanlah buat pemikir bukan bagiannya yang visual. Tapi kalau Instagram itu santai dan asyik-asyik saja. Instagram mewadahi pengguna anak-anak muda yang SMP dan SMA dan mereka yang gemar main media sosial," ucapnya lagi.
Kategori komikus "komik instagram", kata Beng, disebut sebagai 'new comer'. Komikus yang mempublikasikan karya-karyanya di akun Instagram juga biasanya bergaya 'street' dan terdiri dari 4 panel gambar.
"Mereka ini pemain baru dan pembaca baru. Mereka juga punya potensi untuk menciptakan karya dan produk baru," tuturnya.
Simak: detikHOT Bagi-bagi 14 Tiket Pertunjukan 'Shaolin Warriors' Gratis, Mau?
Namun, persoalan fenomena baru ini terkendala di faktor teknologi. Mengunduh aplikasi Instagram membutuhkan koneksi internet dan smartphone serta akses internet setiap saat. "Jadi orang-orang yang membaca komik Instagram itu kelas menengah tapi pembaca akan tumbuh sesuai dengan usianya juga," jelasnya Beng.
Simak artikel berikutnya tentang komikus "komik Instagram"!
(tia/mmu)