Review Emily In Paris (Season 3): Suka Duka Kerja di Paris!

Review Emily In Paris (Season 3): Suka Duka Kerja di Paris!

Candra Aditya - detikHot
Jumat, 23 Des 2022 10:33 WIB
Gaya Emily in Paris Season 3
Review Emily In Paris (Season 3): Suka Duka Kerja di Paris! (Foto: Dok. Netflix)
Jakarta -

Emily In Paris bukanlah tontonan yang akan memenangkan banyak penghargaan atau masuk ke dalam daftar tontonan terbaik tahun ini. Netflix tahu ini, penciptanya, Darren Star, tahu ini. Bahkan bintang utamanya Lily Collins juga tahu ini. Tapi mereka tetap bisa menyeringai saat merilis musim ketiganya, karena mereka tahu Emily In Paris mempunyai daya tarik yang tidak bisa kebanyakan penonton (seperti saya) tolak: sebuah escapism yang sangat sederhana. Emily In Paris menawarkan kisah cinta sederhana yang dimainkan oleh aktor-aktris ganteng dengan baju pesta yang meriah dan background kota Paris yang indah. Kurang apa lagi?

Di akhir musim kedua, Emily berada di persimpangan jalan. Apakah dia mau setia dengan bos Amerikanya bernama Madeline (Kate Walsh) atau bergabung dengan perusahaan baru bosnya, Sylvie (Phippine Leroy-Beaulieu). Pertanyaan ini tidak segera dijawab, karena Emily In Paris musim ketiga dibuka dengan sekuens mimpi buruk Emily yang melibatkan Menara Eiffel. Tentu saja kalau Anda menonton Emily In Paris, Anda sudah menebak bagaimana cara Emily menghadapi situasi ini dan bagaimana konklusinya.

Dari segi percintaan, Emily masih denial kalau dia cinta dengan Gabriel (Lucas Bravo). Setelah di musim sebelumnya dia berteman dengan pacarnya Gabriel, Camille (Camille Razat), dan akhirnya jadi musuh sementara kemudian berteman lagi, Emily diam-diam membuat janji dengan Camille untuk tidak mendekati Gabriel. Emily sendiri masih setia dengan pacarnya, Alfie (Lucien Laviscount). Tapi kita semua tahu cinta segiempat ini akan seperti apa akhirnya. Emily In Paris terlalu manis untuk mencoba menipu penonton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah musim keduanya yang agak membosankan, musim ketiga Emily In Paris ternyata mempunyai kemajuan meskipun secara keseluruhan serial ini sama seperti musim-musim sebelumnya. Emily In Paris tetap mengajak penonton untuk menyaksikan konflik yang sangat sederhana (sangat low-stake sehingga Anda bisa menontonnya sambil mengerjakan aktivitas lain dan Anda masih bisa mengikuti ceritanya). Mindy (Ashley Park) masih kebagian jatah untuk nyanyi di beberapa episode. Selalu ada episode yang gemerlapan. Dan karakter-karakternya, terutama Emily, tidak pernah tampil jelek.

Tapi yang membedakan musim ketiga ini dengan dua musim sebelumnya adalah bagaimana penulis-penulisnya membuat Emily menjadi lebih mudah untuk disukai. Sangat mudah untuk membenci Emily In Paris, karena Emily adalah sosok narsis yang sok tahu. Di musim ketiga ini, Emily dibuat menjadi agak lebih menyenangkan. Ia lebih fasih bahasa Perancis, tidak terlalu self-centered. Plot kecil yang mengharuskannya menjadi waiter di restoran Gabriel lumayan memberikan warna. Hasilnya adalah sebuah kemajuan yang perlu dirayakan.

ADVERTISEMENT

Dengan tidak narsisnya Emily di musim ketiga ini, penonton akhirnya mendapatkan beberapa sub-plot yang menarik. Ada yang selingkuh, ada yang sepertinya balikan dengan suaminya, ada yang diam-diam tidak merasa dihargai. Perjalanan Mindy menjadi tenar dan juga gebetan barunya pun juga jadi menarik. Emily In Paris kemudian kembali menjadi adiktif, karena ia ditutup dengan sebuah pertanyaan yang mau tak mau membuat saya jadi penasaran. Apa yang terjadi berikutnya?

Kalau Anda dari awal tidak suka dengan Emily In Paris, saya yakin musim ketiga ini tidak akan mengubah persepsi Anda. Tapi jika Anda dari awal suka dengan Emily In Paris dan kangen dengan serial komedi romantis yang sederhana, tidak menyita waktu (hanya setengah jam!), dan enak dipandang mata, maka musim ketiga ini jelas tidak bisa dilewatkan begitu saja.

Emily In Paris dapat disaksikan di Netflix.

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.




(mau/mau)

Hide Ads