Kata 'teater' berasal dari bahasa Yunani yang berarti tempat untuk menonton. Ia merupakan istilah lain dari drama. Jika diartikan lebih luas, teater merupakan proses pemilihan teks, naskah, penafsiran maupun penggarapan.
Seni teater masuk ke dalam bagian dari performing arts. Dalam sebuah pertunjukkan terdapat beberapa unsur yakni naskah atau skenario, pemeran, sutradara, properti, penataan (rias, busana, lampu, dan suara).
Nah, sepanjang tahun ini detikHOT merangkum 10 pementasan teater di Indonesia yang terbaik. Berikut di antaranya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pentas yang berlangsung di tengah derasnya hujan tersebut disutradarai oleh Yustiansyah Lesmana dari Teater Ghanta. Istilah 'Ngobak' dipakai untuk perayaan main air ketika banjir.
Pertunjukkan jalanan ini mengungkapkan perayaan atas air sebagai anugerah hidup. Pasalnya tradisi ini seharusnya menjadi bagian dari kehidupan warga Jakarta.
Sejak 1973 silam, Wahyu Sihombing dari Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta bersama seniman lainnya membuat perhelatan teater terbesar yang dinamakannya Festival Teater Remaja Jakarta yang berbasis kampus dan komunitas.
Saat itu, pihaknya mencari bibit-bibit grup teater yang unggul untuk mengisi acara di TIM. Sistem pemilihannya pun sejak awal sudah ketat dilakukan dan memakai jenjang seleksi di tingkat wilayah.
Menurut sejarahnya, tahun 2006 Festival Teater Jakarta (FTJ) ini dipegang kembali penyelenggaraannya oleh DKJ. Serta diadakan tiap setahun sekali dengan melibatkan belasan grup teater. Jika menang selama tiga kali berturut-turut, maka berhasil dapatkan predikat 'grup teater senior'.
Tahun ini, Teater Ghanta dari Universitas Nasional memborong penghargaan terbanyak sebagai grup terbaik 1, sutradara terbaik, dan lain-lain.
Lakon IBU hasil karya dramatulugi asal Jerman, Bertolt Brecht dipentaskan oleh Teater Koma dengan sutradara Nobertus Riantiarno sejak 1-17 November lalu di Graha Bakti Budaya, TIM.
Pentas ke 131 sebenarnya berjudul 'Mother Courage and Her Children,' dan menceritakan tentang sosok Ibu Brani yang mencium peluang bisnis di tengah perpecahan yang melanda negaranya.
Dalam setiap lakonnya, Teater Koma selalu membuat pentas yang detil dari segala sisi, seperti kostum, musik, naskah skenario hingga properti panggung.
Batak tak hanya Tortor, Batak juga punya opera. Ini adalah suguhan pertunjukan beragam dari mulai teater, musik, tari, nyanyi yang sudah muncul sejak tahun 1920an.
Sekelompok anak muda yang tergabung dalam Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) kini berusaha membangkitkan lagi seni budaya ini.
Bergandengan tangan dengan Lena Simanjuntak-Mertes, penulis naskah dan sutradara yang juga seorang aktifis perempuan dan lingkungan, PLOt mengusung kisah 'Perempuan di Pinggir Danau' yang dipentaskan Oktober lalu di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Timur.
Aktor-aktor kawakan dari Teater Gandrik seperti Susilo Susilo "Den Baguse" Nugroho, Butet Kartaredjasa, dan Jujuk Prabowo kembali naik panggung.
Lakon yang menceritakan ekspresi kegemasan para superhero atas terjadinya berbagai kejahatan terutama korupsi.
Nama lakon ini yakni 'Gundala Gawat' dan telah dipentaskan di Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta, 16 dan 17 April lalu. Serta dipentaskan juga di Graha Bakti Budaya, TIM, 26 dan 27 April.
Pementasan tersebut disutradarai oleh Djaduk Ferianto, yang sekaligus menggarap musiknya. Seperti biasanya, penampilan Teater Gandrik kali ini pun menjanjikan sebuah pertunjukan yang penuh tawa.
Selain itu, tentu saja juga menampilkan aktor-aktor muda Teater Gandrik, 'Gundala Gawat' juga berkolaborasi dengan pemain tamu dari Teater Garasi, yakni Gunawan Maryanto dan Jamaluddin Latief.
Sejak awal September lalu, Museum Nasional bekerja sama dengan tim Akhir Pekan di Museum dan Teater Koma menyelenggarakan pentas mini teater.
Uniknya, ide cerita dari naskah lakon tersebut diambil dari artefak-artefak yang ada di dalam museum.
Seperti lakon berjudul Keris Puputan Klungkung, Samurai Bersepeda, Karamnya Kapal Tek Sing, Raibnya Celengan Majapahit, Kuda Perang, dan Tombak Diponegoro. Biasanya, pentas dilakukan oleh dua orang pemain.
Pertunjukkan ini mampu menarik minat hampir ratusan pengunjung saat Car Free Day (CFD) berlangsung. Tak hanya menonton pentas saja, tapi para pengunjung juga disuguhi melihat artefak tersebut disimpan.
Setelah digelar di Yogyakarta pada akhir Oktober lalu, perhelatan Indonesia Dramatic Reading Festival (IDRF) 2013 diboyong ke Jakarta. Sebanyak 5 lakon dibacakan kembali selama tiga hari berturut-turut di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Mengusung tajuk "Membaca dan Menulis Kembali Lakon-Lakon 70-an", IDRF 2013 dibuka Selasa (3/12/2013) dan berlangsung hingga Kamis (6/12/2013). Acara digelar setiap pukul 18.30 hingga 10.30 WIB.
IDRF adalah festival bagi para penulis naskah lakon Indonesia, ajang untuk bertemu, berdiskusi dan mengenalkan naskah lakon terbarunya.
Penulis-penulis yang diundang dalam IDRF 2013 adalah Afrizal Malna dengan lakon berjudul 'Di Luar 5 Orang Aktor', Andri Nur Latif dengan lakon 'Yuni', Esha Tegar Putra dengan lakon 'Malin-Malin', Ibed Surgana Yuga dengan lakon 'Para Agung', dan Shinta Febriany dengan lakon 'Ummu dan yang bersembunyi di Balik Cemburu'.
Pementasan ini merupakan salah satu kegiatan dalam program Pekan Budaya dan Konflik di Goethe Haus, Jakarta Pusat Oktober lalu. Pertunjukkan ini dibawakan oleh teater boneka dari Papermoon Puppet Theater yang berdiri sejak 2006 di Yogyakarta.
Pendirinya adalah Maria Tri Sulistyani yang membesarkan panggung boneka ini bersama Iwan Effendi. Papermoon artinya 'bulan kertas' dan kelompok ini terdiri dari enam orang awak.
Pentas ini juga pernah dipentaskan Desember lalu di sebuah toko barang antik di Yogyakarta. Konsep ini sudah dipikirkan oleh mereka sejak 3 bulan sebelumnya.
Dalam rangka 100 tahun kiprah sang maestro lukis S.Sudjojono menyelenggarakan serangkaian acara. Salah satunya, adalah 'Pandanwangi Untuk Sudjojono' dengan sutradara Bandung Bondonwoso di Teater Kecil, TIM September lalu.
Pertunjukkan dibuka dengan kemunculan Rose Pandanwangi yang memerankan dirinya sendiri dan menceritakan mengenai hubungan cintanya dengan pria yang akrab disapa Pak Djon.
Pentas ini melibatkan keluarga dari Rose dan Sudjojono. Serta menampilkan bintang tamu Jajang C.Noer sebagai tetangga dari Sudjojono yang pernah dilukiskan.
Untuk memperingati 15 tahun tumbangnya kekuasaan Orde Baru digelar sebuah pentas teater bertajuk 'Pasung Jiwa' di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (15/5/2013) lalu.
Lakon 'Pasung Jiwa' ini diangkat dari novel terbaru karya pemenang Khatulistiwa Literary Award 2012 Okky Madasari. Sekaligus, pementasan teater tersebut akan menjadi tanda diluncurkannya novel 'Pasung Jiwa'. Menurut Okky, tema novelnya sesuai dengan semangat untuk merenungkan kembali reformasi selama ini.
Disutradari oleh Herry W. Nugroho dan R. Tono yang ditempa Bengkel Teater Rendra, pentas 'Pasung Jiwa' menampilkan antara lain 'Maryam Supraba', bintang film 'Kisah 3 Titik'. Pertunjukan yang digelar gratis ini menjadi puncak dari seluruh rangkaian acara yang berlangsung sejak pagi, dengan tema besar 'Sastra dan Seni untuk Kebebasan'.